Muqaddimah Kitab Al Itqon
Segala puji bagi Allah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur’an) kepada hamba-Nya (Muhammad) sebagai peringatan bagi orang-orang yang berakal, dan yang memuat di dalamnya dari berbagai bidang ilmu dan hikmah yang sangat menakjubkan, dan yang menjadikan Al-Qur’an sebagai kitab samawi yang paling mulia kedudukannya dan yang paling luas serta dalam ilmunya, dan paling rapi susunan katanya serta paling menyentuh tutur katanya. Itulah “Al-Qur’an dalam bahasa Arab yang tidak ada kebengkokan (di dalamnya) supaya mereka bertakwa” (QS. az-Zumar: 28). Ia bukanlah makhluk, tiada syubhat di dalamnya, tiada pula keraguan.
Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, Dialah Tuhan Yang Berkuasa dari semua penguasa, yang telah tunduk kepada-Nya semua wajah dan telah tunduk pula padanya seluruh kepala. Aku pun bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya yang diutus dari suku bangsa yang terhormat dan dari tempat yang paling mulia kepada sebaik-baik umat dengan sebaik-baik kitab. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepadanya, keluarga, dan shahabatnya yang mulia hingga hari akhir (kiamat).
Wa ba’du:
Sesungguhnya ilmu bagaikan bahtera luas yang tidak dapat dijangkau sampai di mana batasnya. Ia ibarat gunung yang menjulang tinggi yang tidak dapat ditempuh sampai puncaknya. Maka barangsiapa ingin mencapai sampai dasar atau puncaknya maka dia tidak akan dapat mencapainya dan barangsiapa ingin menghitungnya maka dia tidak akan dapat menghitungnya. Allah SWT berfirman tentang manusia:
“Dan tidaklah kamu diberi ilmu (pengetahuan) melainkan sedikit. (QS. al-Isra’: 85)
Sesungguhnya kitab kita, Al-Qur’an, adalah sumber segala ilmu dan orbit matahari semua ilmu serta tempat terbitnya. Allah SWT telah memuat di dalamnya ilmu (pengetahuan) tentang segala sesuatu dan telah menjelaskan di dalamnya segala yang benar dan sesat. Anda dapat melihat setiap ulama mengambil dari padanya dan menjadikannya sebagai pegangan, sebagaimana seorang ahli fikih meng-istinbath hukum-hukum darinya dan mengeluarkan hukum halal dan haram. Seorang ahli ilmu nahwu telah menjadikannya sebagai sandaran dalam kaidah-kaidah i’rabnya dan menjadikannya sebagai rujukan dalam mengetahui salah dan benarnya suatu perkataan. Seorang ulama ahli balaghah (bayan) menjadikan Al-Qur’an sebagai standar untuk mengetahui susunan kata yang baik dan teratur dan menjadikan berbagai keindahan bahasanya sebagai standar untuk membuat ungkapan kata. Kisah-kisah dan berita-berita yang ada di dalamnya dapat menjadi peringatan bagi orang-orang yang berakal, nasihat nasihat dan ilustrasi-ilustrasinya dapat menjadi pengingat bagi orang orang yang berpikir dan mau mengambil pelajaran dan lain sebagainya dari berbagai keilmuan yang tidak dapat mengukur seberapa besar kedudukannya kecuali orang yang mengerti hitungan dan jumlahnya. Belum lagi kefasihan kata-kata dan keindahan uslubnya yang dapat mencengangkan akal dan dapat menarik hati serta kehebatan susunan katanya yang tidak ada yang mampu untuk menyusunnya, kecuali Allah SWT Yang Mengetahui segala yang gaib.
Pada saat masih belajar, aku merasa heran terhadap para ulama pendahulu, mengapa mereka tidak menulis suatu kitab tentang macam-macam ilmu Al-Qur’an sebagaimana mereka telah menulis atau menyusun ilmu-ilmu hadits. Maka aku mendengar guruku yang menjadi ustadznya para asatidz. Dia manusia yang diperhatikan oleh setiap orang, menjadi inti sari dari ulama yang ada, juga menjadi tanda-tanda zaman, kebanggaan pada masanya, dan menjadi pandangan saat itu. Itulah Abu Abdillah Muhyiddin al-Kafiyaji, semoga Allah memperpanjang umurnya dan memberikan nikmat yang sempurna padanya. Dia berkata, “Aku telah menyusun suatu kitab tentang ulum tafsir yang belum pernah ada sebelumnya, tetapi bentuknya sangat kecil yang intinya kitab itu terdiri dari dua bab, yaitu pertama: tentang penyebutan makna tafsir, takwil, Al-Qur’an, surat, dan ayat, kemudian bab kedua membahas tentang syarat syarat berbicara tentang Al-Qur’an dengan ra’yu (akal). Setelah dua bab itu diakhiri dengan pembahasan tentang adab-adab (etika) bagi orang alim (ulama) dan muta’allim (yang belajar). Tetapi hal itu tidak membuat aku puas dan tidak menuntunku untuk memperoleh yang dimaksud.”
Kemudian ada seorang ulama, syekhul Islam, qadhil qudhat, khulashatul anam, pembawa bendera Mazhab Imam Syafi’i, ‘Alamuddin al-Bulqini rahimahullah, beliau telah memberikan suatu kitab kepadaku tentang ulumul Qur’an milik saudaranya, qadhil qudhat Jalaluddin, yang diberi nama Mawaqi’ al-Ulum min Mawaqi’ an-Nujum. Menurut saya kitab tersebut merupakan suatu karangan kitab yang baik dan kumpulan yang indah, rapi, teratur, beragam isinya, dan luas bahasannya. Beliau berkata dalam khutbahnya,
“Sungguh aku telah mendapat suatu (riwayat) yang terkenal dari Imam Syafi’i radhiyallahu ‘anhu yang berisikan tentang pesan-pesan kepada sebagian khalifah Bani Abbas yang di dalamnya disebutkan sebagian macam-macam Al-Qur’an yang diperoleh darinya tujuan kitab, yaitu iqtibas (mengambil).” Telah menyusun dalam ulumul hadits sejumlah ulama di masa dahulu maupun sekarang, tetapi dalam hal sanadnya, bukan matannya, atau dalam hal para perawi dan ulamanya, kemudian masalah berbagai macam qiraa’at secara lengkap dan ilmu-ilmu tentang qiraat secara sempurna. Aku ingin mengemukakan di dalam kitabku ini ilmu tentang apa yang telah dikandung oleh Al-Qur’an yang mulia dari berbagai macam ilmu Al-Qur’an yang unik dan hal itu terangkum dalam beberapa hal sebagai berikut:
Pertama, mawathin an-nuzul (tempat-tempat turunnya ayat), waktu waktunya, dan berbagai peristiwanya. Bab ini terdiri dari dua belas macam pembahasan, yaitu: Al-Makki, Al-Madani, As-Safari, Al-Khadhari, Al-Laili, An-Nahari Ash-Shaifi, Asy-Syita’i, Al-Firasyi, An-Naumi, Asbabun Nuzul, Awwalu Ma Nuzzila, dan Akhiru Ma Nuzzila.
Kedua, as-sanad, terdiri dari enam macam pembahasan, yaitu: Al-Mutawatir, Al-Ahaad, Asy-Syaadz, Qiraa’atun Nabi saw., Ar-Ruwaat, dan Al-Huffadz.
Ketiga, al-ada’, terdiri dari enam macam pembahasan, yaitu: Al-Ibtida’, Al-Imalah, Al-Maddu, Takhfiful Hamzah, dan Al-Idgham.
Keempat, al-alfadz, ini terdiri dari tujuh pembahasan: Al-Gharib, Al-Mu’arrab, Al-Majaz, Al-Musytarak, Al-Mutaradif, Al-Isti’rah, dan At-Tasybih.
Kelima, al-ma’ani al-muta’alliqah bil ahkam (makna-makna yang berhubungan dengan hukum-hukum). Ini terdiri dari empat belas pembahasan: al-‘am al-baqi ‘ala ‘umumihi, al-‘aam al-makhsus, al-‘aam alladzi urida bihi al-khusus, maa khussa fihi al-kitab wa as sunnah, maa khassasat fihi as-sunnatu al-kitaba, al-mujmal, almubayyan, al-mu’awwal, al-mafhum, al-muthlak, al-muqayyad, an nasikh wal mansukh, nau’ min an-nasikh wal mansukh, yaitu suatu hukum yang diberlakukan pada saat tertentu, dan yang melakukannya adalah salah seorang dari orang-orang mukallaf.
Keenam, al-ma’ani al-muta’alliqah bil alfadz (makna-makna yang berhubungan dengan kata-kata), terdiri dari lima macam pembahasan sebagai berikut: Al-Fashl, Al-Washl, Al-Ijaz, Al-Ithnab, Al-Qashr
Dengan demikian maka secara keseluruhan ada lima puluh macam, dan ada di antara macam-macam yang tidak masuk hitungan, seperti: al asma’, al-kuna, al-alqab, dan al-mubhamaat. Inilah akhir dari pembahasan yang ada yang disebutkan oleh Syekh Jalaluddin dalam khutbahnya (pembukaan kitabnya). Kemudian beliau berbicara pada tiap-tiap macam dengan uraian singkat yang membutuhkan penjelasan dan berbagai penyempurnaan serta tambahan penting. Untuk memenuhi hal tersebut maka saya menyusun sebuat kitab yang saya beri nama: At-Tahbir fii Ulumi at-Tafsir. Di dalamnya termuat hal-hal yang telah disebutkan oleh Imam al-Bulqini dengan berbagai tambahan, dan faedah-faedah yang memungkinkan untuk ditulis. Saya mengatakan dalam khutbah (kata pengantar) kitab itu sebagai berikut:
Amma ba’du:
Sesungguhnya ilmu-ilmu yang ada, meskipun demikian banyak jumlahnya dan tersebar di kalangan masyarakat tulisan-tulisannya, pada dasarnya untuk mencapai tujuannya bagaikan bahtera yang tidak bisa dijangkau dasarnya. Untuk mencapai puncaknya bagaikan gunung yang menjulang tinggi yang tidak dapat dicapai puncaknya. Ini membuka kesempatan bagi para ulama setelahnya, sesuatu yang belum dilakukan oleh para ulama pendahulu. Di antara sesuatu yang belum ditulis oleh para ulama pendahulu dengan kemasan yang baik hingga masuk akhir zaman adalah ilmu tafsir sebagaimana juga ilmu hadits, yang belum ada seorang pun ulama yang menulis baik di masa dahulu maupun sekarang, hingga datang syekhul Islam, ‘umdatul anam, seorang alim di zamannya,
qadhil qudhat Jalaluddin al-Bulqini rahimahullah Ta’ala. Beliau menyusun kitabnya dengan nama Mawaqi’ al-‘Ulum fi Mawaqi’ an-Nujum. Kitab ini disusun secara baik dan teratur. Beliau membagi macam-macamnya dan belum ada kitab lain yang dapat menyamai kitab itu. Beliau menjadikan kitabnya menjadi lebih dari lima puluh macam yang disusun menjadi enam bab. Beliau telah membahas setiap macam (bagian) dari kitab tersebut dengan pembahasan yang kuat, sebagaimana dikatakan oleh Imam Abus Sa’aadat Ibnul Atsir dalam mukadimah kitabnya, An-Nihayah fil Aatsar,
“Setiap orang yang memulai dengan sesuatu yang belum ada yang mendahului, dan setiap pencipta sesuatu yang belum ada yang mendahului, maka sesuatu itu masih sedikit, kemudian menjadi banyak (berkembang), atau semula tampak kecil kemudian menjadi besar.”
Maka muncul ide untuk menulis berbagai macam pembahasan yang belum ada yang mendahului, dan tambahan hal-hal penting yang diperlukan. Saya tancapkan suatu tekad untuk menyusun kitab di bidang
tersebut dan saya kumpulkan, insya Allah, di dalamnya berbagai faedah dan manfaat. Saya susun dengan baik dan teratur agar dalam penyusunan kitab ini saya termasuk orang yang kedua dan satu-satunya orang yang mengumpulkan hal-hal yang berserakan seperti seribu atau dua ribu dan menjadi rujukan dalam ilmu tafsir dan hadits dalam menyempurnakan bagian-bagian ilmu tersebut menjadi dua kali lipat, ketika cahaya bulan menjadi terang, ketika purnama kesempurnaannya dan menjadi terang benderang, dan fajarnya pun keluar di pagi hari ketika sang muazzin memanggil dengan hayya alal falah. Kitab itu kuberi nama: At-Tahbir fi Ulum at-Tafsir. Berikut ini daftar isi berbagai macam pembahasan yang ada dalam kitab tersebut setelah dibuka dengan mukadimah.
Pertama dan kedua : Al-Makki dan Al-Madani.
Ketiga dan keempat : Al-Hadhari dan As-Safari.
Kelima dan keenam : An-Nahari dan Al-Laili.
Ketujuh dan kedelapan : Ash-Shaifi dan Asy-Syita’i.
Kesembilan kesepuluh : Al-Firasyi dan An-Naumi.
Kesebelas : Asbabun Nuzul.
Kedua belas : Awwalu maa Nuzzila (ayat pertama yang diturunkan).
Ketiga belas : Akhiru maa Nuzzila (akhir ayat yang diturunkan).
Keempat belas : Ayat yang diketahui pada saat turunnya.
Kelima belas : Apa yang diturunkan padanya (Muhammad) dan tidak diturunkan pada seorang pun dari para nabi.
Keenam belas : Apa yang diturunkan atas para nabi.
Ketujuh belas : Sesuatu yang berulang-ulang turunnya.
Kedelapan belas : Sesuatu yang diturunkan secara terpisah.
Kesembilan belas : Sesuatu yang diturunkan secara langsung.
Kedua puluh : Cara turunnya Al-Qur’an, dan ini semua berkaitan dengan turunnya Al-Qur’an.
Kedua puluh satu : Al-Mutawatir.
Kedua puluh dua : Al-Ahaad.
Kedua puluh tiga : Asy-Syadz.
Kedua puluh empat : Qira’at Nabi saw.
Kedua puluh lima dan enam : Ar-Ruwaat (para perawi) dan Al-Huffadz (para hafidz).
Kedua puluh tujuh : Kaifiyah at-Tahammul (Metode menerima hadits).
Kedua puluh delapan : Al-‘Ali wa an-Nazil.
Kedua puluh sembilan : Al-Musalsal, ini berkaitan dengan sanad.
Ketiga puluh : Al-Ibtida’.
Ketiga puluh satu : Al-Waqfu.
Ketiga puluh dua : Al-Imalah.
Ketiga puluh tiga : Al-Maddu.
Ketiga puluh empat : Takhfiful Hamzah.
Ketiga puluh lima : Al-Idgham.
Ketiga puluh enam : Al-Ikhfa’.
Ketiga puluh tujuh : Al-Iqlab.
Ketiga puluh delapan : Makharijul Huruf, ini berkaitan dengan al-ada’.
Ketiga puluh sembilan : Al-Gharib.
Keempat puluh : Al-Mu’arrab.
Keempat puluh satu : Al-Majaz.
Keempat puluh dua : Al-Musytarak.
Keempat puluh tiga : Al-Mutaradif.
Keempat puluh empat dan lima : Al-Muhkan dan Al-Mutasyabih.
Keempat puluh enam : Al-Musykil.
Keempat puluh tujuh dan delapan : Al-Mujmal dan Al-Mubayyan.
Keempat puluh sembilan : Al-Isti’arah.
Kelima puluh : At-Tasybih.
Kelima puluh satu dan dua : Al-Kinayah dan At-Ta’ridh.
Kelima puluh tiga : Al-‘Am al-Baaqi al-Baqi ‘alaa Umumihi.
Kelima puluh empat : Al-‘Am al-Makhsus.
Kelima puluh lima : Al’Am Alladzii Urida bihi al-Khusus.
Kelima puluh enam : Apa yang dikhususkan oleh Al-Qur’an terhadap As-
Sunah.
Kelima puluh tujuh : Apa yang dikhususkan oleh As-Sunah terhadap Al-
Qur’an.
Kelima puluh delapan : Al-Mu’awwal.
Kelima puluh sembilan : Al-Mafhum.
Keenam puluh dan enam puluh satu : Al-Muthlaq dan Al-Muqayyad.
Keenam puluh dua dan tiga : An-Nasikh dan Al-Mansukh.
Keenam puluh empat : Sesuatu yang diamalkan oleh satu orang, kemudian
dinasakh.
Keenam puluh lima : Sesuatu yang wajib atas seseorang.
Keenam puluh enam, tujuh , dan delapan : Al-Ijaz, Al-Ithnab, dan Al-Musaawaat.
Keenam puluh sembilan : Al-Asybah.
Ketujuh puluh dan tujuh puluh satu : Al-Fashl dan Al-Washl.
Ketujuh puluh dua : Al-Qashr.
Ketujuh puluh tiga : Al-Ikhtibak.
Ketujuh puluh empat : Al-Qaul bil Mujib.
Ketujuh puluh lima, enam, dan tujuh : Al-Muthabaqah, Al-Munasabah,
dan Al-Mujanasah.
Ketujuh puluh delapan dan sembilan : At-Tauriyah dan Al-Istikhdam.
Kedelapan puluh : Al-Luffu dan An-Nasyru.
Kedelapan puluh satu : Al-Iltifaat.
Kedelapan puluh dua : Al-Fawashil dan Al-Ghayaat.
Kedelapan puluh tiga, empat, dan lima : Afdalul Qur’an wa Faadiluhu wa
Mafdhuluhu.
Kedelapan puluh enam : Mufradat Al-Qur’an.
Kedelapan puluh tujuh : Al-Amtsaal.
Kedelapan puluh delapan dan sembilan : Adabul Qari’ wal Muqri’.
Kesembilan puluh : Adabul Mufassir.
Kesembilan puluh satu : Siapa yang diterima tafsirnya dan siapa yang tidak.
Kesembilan puluh dua : Gharaibut Tafsir (Tafsir-Tafsir Gharib).
Kesembilan puluh tiga : Ma’rifah Al-Mufassirin (Mengenal para ahli tafsir).
Kesembilan puluh empat : Kitabatul Qur’an (Penulisan Al-Qur’an).
Kesembilan puluh lima : Tasmiyatus Suwar (Penamaan Surat-Surat Al-Qur’an).
Kesembilan puluh enam : Tartibul Ayaat was Suwar (Urutan Ayat-Ayat dan
Surat-Surat Al-Qur’an).
Kesembilan puluh tujuh , delapan, dan sembilan : Al-Asma’ Al-Kuna dan
Al-Alqaab.
Keseratus : Al-Mubhamaat.
Keseratus satu : Nama-nama yang Al-Qur’an turun pada mereka.
Keseratus dua : At-Tarikh.
Inilah terakhir dari pembahasan yang saya sebutkan di dalam khutbah (pembukaan) dalam kitab saya At-Tahbir fi Ulumil Qur’an. Alhamdulillah kitab ini selesai pada tahun 92 H. dan ditulis oleh seseorang (ulama) yang dia adalah setingkat guru-guruku dari para ulama ahli tahkik. Kemudian terlintas dalam hatiku untuk menyusun suatu kitab yang mudah, lengkap, dan sempurna, yang di dalam kitab tersebut saya menggunakan metode ihsha’ (statistik/perhitungan) dan istiqsha’ (pembahasan secara tuntas). Saya merasa paling unggul dalam hal tersebut dan tidak ada yang menyamai untuk memasuki berbagai metode pembahasan (yang saya pakai), tetapi ketika saya sedang menyampaikan pemikiran saya dan sedang melangkahkan kaki, tiba-tiba telah sampai kepadaku bahwa Syekh Imam Badruddin Muhammad bin Abdillah az-Zarkasyi, beliau adalah salah satu ulama mutaakhirin dari Mazhab Syafi’i,
ternyata beliau telah menyusun suatu kitab tentang ‘Ulumul Qur’an yang diberi judul Al-Burhan fi Ulumil Qur’an. Maka saya meminta kitab itu untuk kemudian saya pelajari, ternyata saya mendapatkan beliau telah berkata dalam khutbah (pembukaan) kitab itu sebagai berikut:
“Ketika (pembahasan tentang) ulumul Qur’an tidak terhitung banyaknya dan makna-maknanya pun tidak dapat dicapai secara keseluruhan maka wajib (bagi kita) untuk memerhatikan semaksimal mungkin, dan di antara yang belum dilakukan oleh para ulama terdahulu adalah membuat (menyusun) kitab yang memuat tentang berbagai macam ilmu (Al-Qur’an), sebagaimana dilakukan oleh para ulama dalam ilmu hadits. Alhamdulillah, saya dapat beristikharah kepada Allah SWT untuk menyusun kitab seperti itu yang menghimpun apa saja yang diperbincangkan oleh para ulama tentang ilmu-ilmu tersebut dan mereka telah memasuki pembahasan dalam berbagai masalah yang pelik, dan saya memuat berbagai makna yang unik (menarik) dan berbagai hikmah yang babnya dan menjadi ‘unwan (tanda) atas kitabnya (apa yang saya tulis di dalamnya), selain juga dapat membantu para mufasir untuk mengetahui hakikatnya dengan mengetahui sebagian rahasia dan berbagai permasalahannya. Maka saya beri nama kitab itu dengan: Al-Burhan fi Ulumil Qur’an, dan inilah daftar isinya:
Pertama : Mengenal Asbabun Nuzul.
Kedua : Mengenal Munasabah Bainal Ayaat.
Ketiga : Mengenal Al-Fawashil (batas-batas ayat Al-Qur’an).
Keempat : Mengenal Al-Wujuh dan An-Nadzair.
Kelima : Mengetahui Al-Mutasyabih.
Keenam : Mengetahui Al-Mubhamaat.
Ketujuh : Asrar Al-Fawatih (Mengetahui rahasia pembuka surat-surat).
Kedelapan : Khawatm As-Suwar (Mengetahui akhir surat-surat).
Kesembilan : Mengenal Al-Makki dan Al-Madani.
Kesepuluh : Mengenal sesuatu yang pertama kali diturunkan.
Kesebelas : Mengenal berapa banyak bahasa Al-Qur’an itu diturunkan
berdasarkan bahasa tersebut.
Kedua belas : Mengenal bagaimana kaifiyyah turunnya Al-Qur’an.
Ketiga belas : Mengenal penjelasan tentang Jam’ul Qur’an, dan siapakah
shahabat-shahabat yang hafal Al-Qur’an.
Keempat belas : Mengenal pembagian Al-Qur’an.
Kelima belas : Mengenal nama-nama Al-Qur’an.
Keenam belas : Mengenal apa yang ada di dalam Al-Qur’an dari selain bahasa Hijaz.
Ketujuh belas : Mengenal apa yang ada di dalam Al-Qur’an dari selain bahasa Arab.
Kedelapan belas : Gharib Al-Qur’an.
Kesembilan belas : Mengenal At-Tashrif.
Kedua puluh : Mengenal Al-Ahkam.
Kedua puluh satu : Mengenal adanya lafadz atau tarkib (susunan kata) itu
lebih baik dan lebih fasih.
Kedua puluh dua : Mengenal ikhtilaf al-alfadz (perbedaan kata) dengan
penambahan atau pengurangan.
Kedua puluh tiga : Mengenal Taujih Al-Qur’an.
Kedua puluh empat : Mengenal Al-Waqfu.
Kedua puluh lima : Mengetahui marsum al-khat (bentuk tulisan Al-Qur’an).
Kedua puluh enam : Mengenal Fadhail Al-Qur’an.
Kedua puluh tujuh : Mengenal khawash (keistimewaan) Al-Qur’an.
Kedua puluh delapan : Apakan di dalan Al-Qur’an ada sesuatu yang lebih
afdhal daripada sesuatu yang lainnya.
Kedua puluh sembilan : Tentang adab membaca Al-Qur’an.
Ketiga puluh : Apakah boleh dalam menyusun kitab, risalah, dan khutbah khutbah mempergunakan sebagian ayat-ayat Al-Qur’an?
Ketiga puluh satu : Mengenal al-amtsal (berbagai perumpamaan) di dalam Al-Qur’an.
Ketiga puluh dua : Mengenal ahkam Al-Qur’an.
Ketiga puluh tiga : Mengenal jadal Al-Qur’an.
Ketiga puluh empat : Mengenal nasikh dan mansukh.
Ketiga puluh lima : Mengenal muuhim al-mukhtalaf.
Ketiga puluh enam : Mengenal al-muhkam dan al-mutasyabih.
Ketiga puluh tujuh : Berbagai hikmah ayat-ayat mutasyabihat yang ada di dalam sifat-sifat Allah.
Ketiga puluh delapan : Mengenal ‘Ijazul Qur’an.
Ketiga puluh sembilan : Mengenal Wujubu Mutawatirihi.
Keempat puluh : Penjelasan tentang mu’dhadat (dukungan) Sunah terhadap Al-Qur’an.
Keempat puluh satu : Mengenal tafsir Al-Qur’an.
Keempat puluh dua : Mengenal wujuh al-mukhatabaat (berbagai bentuk kalam Ilahi).
Keempat puluh tiga : Uraian tentang hakikat dan majaz di dalam Al-Qur’an.
Keempat puluh empat : Tentang al-kinayaat dan at-ta’ridh.
Keempat puluh lima : Tentang macam-macam makna al-kalam.
Keempat puluh enam : Mengenal uslub-uslub Al-Qur’an.
Keenam puluh tujuh : Mengenal al-adawaat (sebagian huruf-huruf Al-Qur’an).
Ketahuilah bahwa tidak ada satu pun pembahasan dari pembahasan pembahasan tersebut di atas kecuali apabila seseorang ingin membahasnya secara tuntas maka dia akan menghabiskan umurnya, sementara dia belum sampai pada hakikatnya. Tetapi di sini kita ingin meringkas (pembahasan) dari setiap persoalan berdasarkan pokok-pokoknya saja dan menyinggung tentang sebagian pasal-pasalnya. Sebab jika kita ingin membahasnya secara tuntas, memerlukan waktu yang relatif lama, sedangkan umur kita pendek. Apalagi manusia pada umumnya memiliki banyak kekurangan.” Inilah akhir dari kata pembuka Imam az-Zarkasyi di dalam kitabnya.
Ketika saya telaah kitab tersebut, saya semakin bertambah bahagia dan banyak memuji kepada Allah SWT dan tekadku semakin kuat untuk mewujudkan cita-cita yang tersimpan dalam hatiku. Saya pun berupaya untuk memperkuat tekad dalam mewujudkan karya ilmiah yang saya inginkan maka saya susun kitab yang sangat mulia ini yang penuh dengan uraian dan dalil serta yang banyak faedah dan manfaatnya, juga saya sajikan dengan baik. Saya telah menyusunnya dengan urut dan rapi melebihi susunan yang ada dalam kitab Al-Burhan fi Ulumil Qur’an. Saya masukkan sebagian pembahasannya ke sebagian yang lain, kemudian saya uraikan secara terperinci apa-apa yang semestinya harus dijelaskan. Saya tambah di dalamnya berbagai faedah dan keunikan yang istimewa, juga berbagai kaidah dan keterangannya, kemudian saya beri nama Al-Itqan fi Ulumil Qur’an. Insya Allah, Anda akan melihat bahwa setiap pembahasan yang ada di dalam kitab ini ternyata pantas untuk disusun kitab tersendiri, dan Anda akan dapat memeroleh kesegaran dari sumber mata air tawar alami yang enak rasanya, dan siapa yang meminumnya maka dia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Saya telah membuat mukadimah untuk tafsir Al-Kabir yang sedang saya susun dan saya beri nama mukadimah itu dengan nama: Majma’ al-Bahrain, wa Mathla’ al-Badrain, Al-Jami’ li Tahrir ar-Riwayah wa Taqriri ad-Dirayah.
Akhirnya hanya kepada Allah-lah saya memohon taufik, hidayah, ma’unah (pertolongan), dan ri’ayah (perlindungan). Sesungguhnya Dia Mahadekat dan Yang Mengabulkan, tidak ada taufik bagiku kecuali dari Allah, kepada-Nya saya bertawakal dan kepadanya saya kembali, dan inilah daftar isinya:
Pertama : Mengenal al-Makki dan al-Madani.
Kedua : Mengenal al-Hadhari dan as-Safari.
Ketiga : An-Nahari dan Al-Laili.
Keempat : Ash-Shifi dan Asy-Syitaa’i.
Kelima : Al-Firasyi dan An-Naumi.
Keenam : Al-Ardhi dan As-Samawi.
Ketujuh : Pertama kali yang diturunkan.
Kedelapan : Terakhir kali yang diturunkan.
Kesembilan : Asbabun Nuzul (sebab-sebab turunnya ayat atau surat).
Kesepuluh : Apa yang diturunkan pada lisan sebagian shahabat.
Kesebelas : Sesuatu yang turunnya berulang-ulang.
Kedua belas : Sesuatu yang Turunnya Ayat Lebih Dahulu Daripada Hukumnya dan Sesuatu yang Hukumnya Lebih Dahulu Daripada Turunnya Ayat.
Ketiga belas : Mengenal apa yang diturunkan secara terpisah dan apa yang diturunkan secara langsung.
Keempat belas : Apa yang diturunkan dengan diiringi malaikat dan apa yang diturunkan secara tersendiri.
Kelima belas : Apa yang diturunkan pada sebagian nabi dan apa yang tidak
diturunkan kepada siapapun sebelum Nabi saw.
Keenam belas : Tentang bagaimana Al-Qur’an diturunkan.
Ketujuh belas : Mengenal nama-nama Al-Qur’an dan nama-nama suratnya.
Kedelapan belas : Jam’ul Qur’an wa Tartibuhu.
Kesembilan belas : Tentang jumlah surat-surat, ayat-ayat, kalimat, dan hurufnya.
Kedua puluh : Mengenal para huffadz dan para perawi Al-Qur’an.
Kedua puluh satu : Tentang sanad al-‘ali dan an-nazil.
Kedua puluh dua : Mengenal al-Mutawatir.
Kedua puluh tiga : Tentang al-Masyhur.
Kedua puluh empat : Tentang al-Ahaad.
Kedua puluh lima : Mengenal asy-Syaadz.
Kedua puluh enam : Al-Maudhu’.
Kedua puluh tujuh : Al-Mudraj.
Kedua puluh delapan : Mengenal al-Waqfu dan al-Ibtida’.
Kedua puluh sembilan : Uraian tentang yang bersambung lafadznya dan yang terpisah maknanya.
Ketiga puluh : Tentang al-Imalah dan al-Fath serta apa-apa yang ada di antara keduanya.
Ketiga puluh satu : Tentang al-Idgham, al-Idzhar, al-Ikhfa’, dan al-Iqlab.
Ketiga puluh dua : Tentang al-Mad dan al-Qashr.
Ketiga puluh tiga : Takhfiful hamzah.
Ketiga puluh empat : Tentang kaifiyyah tahammulihi (cara meriwayatkan Al-Qur’an).
Ketiga puluh lima : Tentang adab tilawah Al-Qur’an.
Ketiga puluh enam : Mengenal gharibul Qur’an.
Ketiga puluh tujuh : Tentang apa yang terjadi di dalam Al-Qur’an dengan selain bahasa Hijaz.
Ketiga puluh delapan : Tentang apa yang terjadi di dalam Al-Qur’an dengan
selain bahasa Arab.
Ketiga puluh sembilan : Mengenal al-Wujuh dan an-Nadzir.
Keempat puluh : Mengenal adawat (alat-alat) yang diperlukan bagi seorang mufasir.
Keempat puluh satu : Mengenal i’rabnya Al-Qur’an.
Keempat puluh dua : Kaidah-kaidah penting yang perlu diketahui oleh mufasir.
Keempat puluh tiga : Al-Muhkan dan al-Mutasyabih.
Keempat puluh empat : Tentang muqaddimihi dan mutaakhkhirihi.
Keempat puluh lima : Al-khaas dan al-‘Aam di dalam Al-Qur’an.
Keempat puluh enam : Tentang Mujmalihi dan Mubayyinihi.
Keempat puluh tujuh : Tentang nasikh dan mansukh.
Keempat puluh delapan : Tentang musykilnya Al-Qur’an dan muuhimu alikhtilaf serta at-tanaqudh.
Keempat puluh sembilan : Tentang mutlaq dan muqayyad (dalam Al-Qur’an).
Kelima puluh : Tentang manthuq dan mafhum dalam Al-Qur’an.
Kelima puluh satu : Tentang wujuh (berbagai model) mukhatabatihi.
Kelima puluh dua : Hakikat dan majaz dalam Al-Qur’an.
Kelima puluh tiga : Tasybih dan isti’arah.
Kelima puluh empat : Kinaayah dan ta’ridh.
Kelima puluh lima : Tentang al-khasr dan al-ikhtishas.
Kelima puluh enam : Al-ijaz dan al-ithnab.
Kelima puluh tujuh : Tentang kalam khabar dan insya’.
Kelima puluh delapan : Tentang bada’i (keindahan) Al-Qur’an.
Kelima puluh sembilan : Tentang fawashil ayaat (batasan-batasan ayat).
Keenam puluh : Tentang fawatih suwar (pembukaan surat-surat).
Keenam puluh satu : Tentang khawatim suwar (penutup-penutup surat).
Keenam puluh dua : Munasabat (korelasi) ayat-ayat dan surat-surat.
Keenam puluh tiga : Tentang ayat-ayat yang musytabihaat.
Keenam puluh empat : I’jaz Al-Qur’an
Keenam puluh lima : Ilmu-ilmu yang diambil dari Al-Qur’an.
Keenam puluh enam : Al-amtsal dalam Al-Qur’an.
Keenam puluh tujuh : Al-aqsaam (sumpah-sumpah) dalam Al-Qur’an.
Keenam puluh delapan : Al-jadal (perdebatan) dalam Al-Qur’an.
Keenam puluh sembilan : Al-asma’, al kuna, dan al-alqaab.
Ketujuh puluh : Mubhamaat Al-Qur’an (hal-hal yang mubham).
Ketujuh puluh satu : Nama-nama orang yang turun kepada mereka Al- Qur’an.
Ketujuh puluh dua : Tentang fadhail Al-Qur’an (berbagai keutamaan Al-Qur’an).
Ketujuh puluh tiga : Tentang afdhalil Qur’an dan faadhilihi.
Ketujuh puluh empat : Mufradat Al-Qur’an.
Ketujuh puluh lima : Khawasshil Qur’an (berbagai keistimewaan Al-Qur’an)
Ketujuh puluh enam : Tentang rusum al-khat dan adab penulisannya.
Ketujuh puluh tujuh : Mengenal ta’wil Al-Qur’an dan tafsirnya, serta penjelasan
tentang kemuliaannya dan keperluan ke arah tersebut.
Ketujuh puluh delapan : Syarat-syarat mufasir dan adab-adabnya.
Ketujuh puluh sembilan : Gharaib Al-Qur’an.
Kedelapan puluh : Thabaqat al-Mufassirin.
Inilah delapan puluh macam pembahasan (tentang ilmu-ilmu Al-Qur’an) secara singkat. Seandainya saya perbanyak pembahasannya maka akan bertambah menjadi tiga ratus pembahasan. Sebagian besar pembahasan tersebut telah ditulis secara tersendiri. Di antara contoh dari kitab-kitab yang telah disusun (oleh para ulama) seperti tersebut di atas, meskipun sebenarnya tidak sama dan tidak serupa, akan tetapi jumlahnya sedikit dan pendek adalah sebagai berikut:
• Kitab Funun al-Afnan fii Ulum Al-Qur’an karya Ibnu al-Jauzi.
• Kitab Jamal al-Qurra’ karya Syekh ‘Alamuddin as-Sakhawi.
• Kitab Al-Mursyid al-Wajiz fii Uluum Tata’allaq bi Al-Qur’an al-‘Aziz, karya Abi Syaibah.
• Kitab Al-Burhan fii Musykilat Al-Qur’an, karya Abul Ma’ali ‘Azizi bin Abdil-Malik, dikenal dengan nama: “Syaidzalah”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar