Minggu, 16 Oktober 2022

Al itqan fi ulumil qur'an

 Download Terjemahan Kitab Al Itqan fi Ulumil qur'an 

klik link dibawah ini : 

TERJEMAHAN KITAB AL ITQAN 1 

TERJEMAHAN KITAB AL ITQAN 2 

 







Al-Itqan fi Ulumil Qur’an : Kitab Panduan Ideal Memahami Al-Qur’an


ini salah satu kitab yang membahas secara khusus tentang ilmu-ilmu Al-Qur’an adalah Kitab Al-Itqan fi Ulumil Qur’an. Ya, kitab ini merupakan salah satu kodifikasi penting yang membahas tentang ilmu-ilmu Al-Qur’an dengan luas, detail, dan mudah untuk dipahami.


Kitab Al-Itqan fi Ulumil Qur’an merupakan salah satu karya dari sekian banyak karya Imam Jalaluddin As-Suyuthi, yang ditulis pada ujung abad kedelapan hijriah, di mana kodifikasi khusus tentang Al-Qur’an saat itu benar-benar penting dan menjadi salah satu materi yang sangat diminati oleh banyak orang, kemudian terus berkembang dan belanjut hingga saat ini.

 

Sekilas tentang Penulis

Penulis Kitab Al-Itqan fi Ulumil Qur’an bernama lengkap Abul Fadl Jalaluddin Abdurrahman bin Al-Kammal Abi Bakar bin Muhammad As-Asyuthi As-Syafi’i. Ia dilahirkan pada hari Ahad pertengahan bulan Rajab tahun 849 Hijriyah di kota Asyuth, sebuah kota yang ada di Mesir. Ia wafat pada tahun 911, kemudian dimakamkan di Mesir. 



Imam Jalaluddin As-Suyuthi merupakan ulama tersohor yang tidak diragukan lagi keilmuannya. Ia tidak hanya menjadi ulama dan panutan pada masa itu, namun juga dikenal sebagai mujaddid Islam (pembaharu Islam) pada abad kesembilan. Semua bidang ilmu syariat berhasil ia kuasai dengan sangat mendalam. Ia juga ulama yang sangat produktif, bahkan ada yang mengatakan bahwa jumlah karyanya mencapai 600 kitab. (As-Suyuthi, Muqaddimah Nuzulur Rahmah, [1987], halaman 10).



Karya Imam As-Suyuthi

Di antara karya-karya Imam Jalaluddin As-Suyuthi adalah:


Al-Itqan fi Ulumil Qur’an;

Ad-Durrul Mantsur fit Tafsir bil Ma’tsur

Asrarut Tanzil;

Al-Muhadzab fima Waqa’a fil Qur’an minal I’rab;

Al-Iklil fis Tinbathit Tanzil;

At-Thibbun Nabawi;

Fathul Jalil lil ‘Abdiz Dzalil;

Ham’ul Hawami’;

Kasyful Ghutta’ fi Rijalil Muwattha’;

Dan masih banyak lagi karya-karya Imam Jalaluddin As-Suyuthi.

 

Alasan Penulisan Kitab


Sebagaimana disebutkan dalam mukaddimah kitab Al-Itqan fi Ulumil Qur’an, alasan penulisan kitab ini adalah bermula dari kesadaran Imam As-Suyuthi perihal pentingnya mempelajari ilmu-ilmu tentang Al-Qur’an, dan tidak ditemukannya suatu kodifikasi khusus dari para ulama sebelumnya yang membahas tentang ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Al-Qur’an, bahkan ia sendiri heran karena sebelumnya tidak ada ulama yang memperhatikan ilmu yang satu ini. Sebagaimana yang telah ia sebutkan dalam mukadimahnya,


لقد كنت في زمان الطلب أتعجب من المتقدمين، اذ لم يدونوا كتابا في أنواع علوم القران

 


Artinya, “Sungguh aku (Imam As-Suyuthi) sempat heran di waktu mencari ilmu kepada para ulama terdahulu, yang tidak menulis suatu kodifikasi tentang macam-macam ilmu Al-Qur’an.” (Lihat, halaman 15).


Sebelum Imam As-Suyuthi, terdapat Imam Al-Bulqini yang berhasil menulis beberapa rumus-rumus ilmu-ilmu Al-Qur’an yang memuat 40 bab pokok. Hanya saja, kitab yang ditulis oleh Al-Bulqini tidak cukup luas untuk dijadikan referensi tentang ilmu Al-Qur’an pada masa itu. Akhirnya Imam As-Suyuthi bertekad kuat untuk menuliskan sebuah kitab khusus yang membahas tentang Al-Qur’an dengan lebih luas dan detail.

 

Sekilas tentang Kitab Al-Itqan fi Ulumil Qur’an 


Kitab Al-Itqan fi Ulumil Qur’an merupakan salah satu kodifikasi atau kitab yang menjelaskan tentang ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Al-Qur’an. Dengan mempelajari kitab ini, makan akan memudahkan bagi para pelajar dan santri untuk lebih mengerti cara baca firman Allah swt dengan mudah dan gampang, serta bisa membantu untuk lebih luas memahami isi dan kandungan yang ada di dalamnya. Karenanya, kitab ini sangat penting untuk dijadikan materi pelajaran, baik di madrasah maupun pesantren.


Luasnya kitab yang ditulis oleh Imam As-Suyuthi ini bisa dilihat dari banyaknya pembahasan yang ia tulis di dalamnya, yaitu mencakup 80 pembahasan pokok, tidak termasuk cabang-cabang dari masing-masing pembahasan yang 80. Karenanya, kitab ini sangat membantu bagi para pembaca untuk mengenal Al-Qur’an lebih lanjut.


Pada pembahasan pertama, Imam As-Suyuthi menjelaskan definisi surah Makiyah dan Madaniyah. Dalam pembahasan ini, ia menyebutkan bahwa tempat diturunkannya ayat Al-Qur’an terbagi menjadi empat bagian, (1) Makiyah; (2) Madaniyah; (3) sebagian Makiyah dan sebagian yang lain Madaniyah; dan (4) selain Makkiyah dan Madaniyah.


Makiyah adalah surat Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw sebelum hijrah dari Makkah ke Madinah. Sedangkan Madaniyah adalah surat Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi setelah hijrah, baik diturunkan di Makkah maupun di Madinah.


Setelah pembahasan tentang ayat Al-Qur’an dan hal-hal yang berkaitan dengannya selesai, Imam As-Suyuthi melanjutkan pada pokok pembahasan berikutnya, yaitu waqaf dan ibtida. Waqaf dan ibtida adalah menghentikan suara atau bacaan sebentar untuk bernafas, kemudian mengambil nafas untuk melanjutkan bacaan kembali. Dua tema ini menjadi penentu kapan harus berhenti membaca Al-Qur’an, dan kapan harus dilanjutkan kembali.


Tidak lupa Imam As-Suyuthi juga menjelaskan tentang keutamaan-keutamaan Al-Qur’an dibanding yang lainnya. Pada pembahasan ini, ia mengutip banyak hadits Nabi Muhammad saw perihal keutamaannya, salah satunya adalah:


الْبَيْتُ الَّذِي يُقْرَأُ فِيهِ الْقُرْآنُ يَكْثُرُ خَيْرُهُ وَالْبَيْتُ الَّذِي لاَ يُقْرَأُ فِيهِ الْقُرْآنُ يَقِلُّ خَيْرُهُ


Artinya, “Sungguh rumah yang dibacakan Al-Qur’an di dalamnya akan banyak kebaikannya, dan rumah yang tidak dibacakan Al-Qur’an di dalamnya akan sedikit kebaikannya.” (HR Anas bin Malik).


Di pembahasan akhir kitab, Imam As-Suyuthi membahas tentang gharaib atau hal-hal asing dalam Al-Qur’an. Dalam pembahasan ini, ia menjelaskan makna dan kandungan di balik adanya ayat-ayat Al-Qur’an yang jarang diketahui oleh banyak orang dan jarang dijelaskan oleh para ulama secara umum. Ia juga menjelaskan cara baca Al-Qur’an dengan metode yang jarang digunakan oleh para ulama pada umumnya. Wallahu a’lam.





Muqaddimah Kitab Al Itqon 

Segala puji bagi Allah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur’an) kepada hamba-Nya (Muhammad) sebagai peringatan bagi orang-orang yang berakal, dan yang memuat di dalamnya dari berbagai bidang ilmu dan hikmah yang sangat menakjubkan, dan yang menjadikan Al-Qur’an sebagai kitab samawi yang paling mulia kedudukannya dan yang paling luas serta dalam ilmunya, dan paling rapi susunan katanya serta paling menyentuh tutur katanya. Itulah “Al-Qur’an dalam bahasa Arab yang tidak ada kebengkokan (di dalamnya) supaya mereka bertakwa” (QS. az-Zumar: 28). Ia bukanlah makhluk, tiada syubhat di dalamnya, tiada pula keraguan. 

Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, Dialah Tuhan Yang Berkuasa dari semua penguasa, yang telah tunduk kepada-Nya semua wajah dan telah tunduk pula padanya seluruh kepala. Aku pun bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya yang diutus dari suku bangsa yang terhormat dan dari tempat yang paling mulia kepada sebaik-baik umat dengan sebaik-baik kitab. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepadanya, keluarga, dan shahabatnya yang mulia hingga hari akhir (kiamat).

Wa ba’du:

Sesungguhnya ilmu bagaikan bahtera luas yang tidak dapat dijangkau sampai di mana batasnya. Ia ibarat gunung yang menjulang tinggi yang tidak dapat ditempuh sampai puncaknya. Maka barangsiapa ingin mencapai sampai dasar atau puncaknya maka dia tidak akan dapat mencapainya dan barangsiapa ingin menghitungnya maka dia tidak akan dapat menghitungnya. Allah SWT berfirman tentang manusia:

“Dan tidaklah kamu diberi ilmu (pengetahuan) melainkan sedikit. (QS. al-Isra’: 85)


Sesungguhnya kitab kita, Al-Qur’an, adalah sumber segala ilmu dan orbit matahari semua ilmu serta tempat terbitnya. Allah SWT telah memuat di dalamnya ilmu (pengetahuan) tentang segala sesuatu dan telah menjelaskan di dalamnya segala yang benar dan sesat. Anda dapat melihat setiap ulama mengambil dari padanya dan menjadikannya sebagai pegangan, sebagaimana seorang ahli fikih meng-istinbath hukum-hukum darinya dan mengeluarkan hukum halal dan haram. Seorang ahli ilmu nahwu telah menjadikannya sebagai sandaran dalam kaidah-kaidah i’rabnya dan menjadikannya sebagai rujukan dalam mengetahui salah dan benarnya suatu perkataan. Seorang ulama ahli balaghah (bayan) menjadikan Al-Qur’an sebagai standar untuk mengetahui susunan kata yang baik dan teratur dan menjadikan berbagai keindahan bahasanya sebagai standar untuk membuat ungkapan kata. Kisah-kisah dan berita-berita yang ada di dalamnya dapat menjadi peringatan bagi orang-orang yang berakal, nasihat nasihat dan ilustrasi-ilustrasinya dapat menjadi pengingat bagi orang orang yang berpikir dan mau mengambil pelajaran dan lain sebagainya dari berbagai keilmuan yang tidak dapat mengukur seberapa besar kedudukannya kecuali orang yang mengerti hitungan dan jumlahnya. Belum lagi kefasihan kata-kata dan keindahan uslubnya yang dapat mencengangkan akal dan dapat menarik hati serta kehebatan susunan katanya yang tidak ada yang mampu untuk menyusunnya, kecuali Allah SWT Yang Mengetahui segala yang gaib. 

Pada saat masih belajar, aku merasa heran terhadap para ulama pendahulu, mengapa mereka tidak menulis suatu kitab tentang macam-macam ilmu Al-Qur’an sebagaimana mereka telah menulis atau menyusun ilmu-ilmu hadits. Maka aku mendengar guruku yang menjadi ustadznya para asatidz. Dia manusia yang diperhatikan oleh setiap orang, menjadi inti sari dari ulama yang ada, juga menjadi tanda-tanda zaman, kebanggaan pada masanya, dan menjadi pandangan saat itu. Itulah Abu Abdillah Muhyiddin al-Kafiyaji, semoga Allah memperpanjang umurnya dan memberikan nikmat yang sempurna padanya. Dia berkata, “Aku telah menyusun suatu kitab tentang ulum tafsir yang belum pernah ada sebelumnya, tetapi bentuknya sangat kecil yang intinya kitab itu terdiri dari dua bab, yaitu pertama: tentang penyebutan makna tafsir, takwil, Al-Qur’an, surat, dan ayat, kemudian bab kedua membahas tentang syarat syarat berbicara tentang Al-Qur’an dengan ra’yu (akal). Setelah dua bab itu diakhiri dengan pembahasan tentang adab-adab (etika) bagi orang alim (ulama) dan muta’allim (yang belajar). Tetapi hal itu tidak membuat aku puas dan tidak menuntunku untuk memperoleh yang dimaksud.”
Kemudian ada seorang ulama, syekhul Islam, qadhil qudhat, khulashatul anam, pembawa bendera Mazhab Imam Syafi’i, ‘Alamuddin al-Bulqini rahimahullah, beliau telah memberikan suatu kitab kepadaku tentang ulumul Qur’an milik saudaranya, qadhil qudhat Jalaluddin, yang diberi nama Mawaqi’ al-Ulum min Mawaqi’ an-Nujum. Menurut saya kitab tersebut merupakan suatu karangan kitab yang baik dan kumpulan yang indah, rapi, teratur, beragam isinya, dan luas bahasannya. Beliau berkata dalam khutbahnya,
“Sungguh aku telah mendapat suatu (riwayat) yang terkenal dari Imam Syafi’i radhiyallahu ‘anhu yang berisikan tentang pesan-pesan kepada sebagian khalifah Bani Abbas yang di dalamnya disebutkan sebagian macam-macam Al-Qur’an yang diperoleh darinya tujuan kitab, yaitu iqtibas (mengambil).” Telah menyusun dalam ulumul hadits sejumlah ulama di masa dahulu maupun sekarang, tetapi dalam hal sanadnya, bukan matannya, atau dalam hal para perawi dan ulamanya, kemudian masalah berbagai macam qiraa’at secara lengkap dan ilmu-ilmu tentang qiraat secara sempurna. Aku ingin mengemukakan di dalam kitabku ini ilmu tentang apa yang telah dikandung oleh Al-Qur’an yang mulia dari berbagai macam ilmu Al-Qur’an yang unik dan hal itu terangkum dalam beberapa hal sebagai berikut:

Pertama, mawathin an-nuzul (tempat-tempat turunnya ayat), waktu waktunya, dan berbagai peristiwanya. Bab ini terdiri dari dua belas macam pembahasan, yaitu: Al-Makki, Al-Madani, As-Safari, Al-Khadhari, Al-Laili, An-Nahari Ash-Shaifi, Asy-Syita’i, Al-Firasyi, An-Naumi, Asbabun Nuzul, Awwalu Ma Nuzzila, dan Akhiru Ma Nuzzila.

Kedua, as-sanad, terdiri dari enam macam pembahasan, yaitu: Al-Mutawatir, Al-Ahaad, Asy-Syaadz, Qiraa’atun Nabi saw., Ar-Ruwaat, dan Al-Huffadz.

Ketiga, al-ada’, terdiri dari enam macam pembahasan, yaitu: Al-Ibtida’, Al-Imalah, Al-Maddu, Takhfiful Hamzah, dan Al-Idgham.

Keempat, al-alfadz, ini terdiri dari tujuh pembahasan: Al-Gharib, Al-Mu’arrab, Al-Majaz, Al-Musytarak, Al-Mutaradif, Al-Isti’rah, dan At-Tasybih.

Kelima, al-ma’ani al-muta’alliqah bil ahkam (makna-makna yang berhubungan dengan hukum-hukum). Ini terdiri dari empat belas pembahasan: al-‘am al-baqi ‘ala ‘umumihi, al-‘aam al-makhsus, al-‘aam alladzi urida bihi al-khusus, maa khussa fihi al-kitab wa as sunnah, maa khassasat fihi as-sunnatu al-kitaba, al-mujmal, almubayyan, al-mu’awwal, al-mafhum, al-muthlak, al-muqayyad, an nasikh wal mansukh, nau’ min an-nasikh wal mansukh, yaitu suatu hukum yang diberlakukan pada saat tertentu, dan yang melakukannya adalah salah seorang dari orang-orang mukallaf.

Keenam, al-ma’ani al-muta’alliqah bil alfadz (makna-makna yang berhubungan dengan kata-kata), terdiri dari lima macam pembahasan sebagai berikut: Al-Fashl, Al-Washl, Al-Ijaz, Al-Ithnab, Al-Qashr

Dengan demikian maka secara keseluruhan ada lima puluh macam, dan ada di antara macam-macam yang tidak masuk hitungan, seperti: al asma’, al-kuna, al-alqab, dan al-mubhamaat. Inilah akhir dari pembahasan yang ada yang disebutkan oleh Syekh Jalaluddin dalam khutbahnya (pembukaan kitabnya). Kemudian beliau berbicara pada tiap-tiap macam dengan uraian singkat yang membutuhkan penjelasan dan berbagai penyempurnaan serta tambahan penting. Untuk memenuhi hal tersebut maka saya menyusun sebuat kitab yang saya beri nama: At-Tahbir fii Ulumi at-Tafsir. Di dalamnya termuat hal-hal yang telah disebutkan oleh Imam al-Bulqini dengan berbagai tambahan, dan faedah-faedah yang memungkinkan untuk ditulis. Saya mengatakan dalam khutbah (kata pengantar) kitab itu sebagai berikut:


Amma ba’du:
Sesungguhnya ilmu-ilmu yang ada, meskipun demikian banyak jumlahnya dan tersebar di kalangan masyarakat tulisan-tulisannya, pada dasarnya untuk mencapai tujuannya bagaikan bahtera yang tidak bisa dijangkau dasarnya. Untuk mencapai puncaknya bagaikan gunung yang menjulang tinggi yang tidak dapat dicapai puncaknya. Ini membuka kesempatan bagi para ulama setelahnya, sesuatu yang belum dilakukan oleh para ulama pendahulu. Di antara sesuatu yang belum ditulis oleh para ulama pendahulu dengan kemasan yang baik hingga masuk akhir zaman adalah ilmu tafsir sebagaimana juga ilmu hadits, yang belum ada seorang pun ulama yang menulis baik di masa dahulu maupun sekarang, hingga datang syekhul Islam, ‘umdatul anam, seorang alim di zamannya, 

qadhil qudhat Jalaluddin al-Bulqini rahimahullah Ta’ala. Beliau menyusun kitabnya dengan nama Mawaqi’ al-‘Ulum fi Mawaqi’ an-Nujum. Kitab ini disusun secara baik dan teratur. Beliau membagi macam-macamnya dan belum ada kitab lain yang dapat menyamai kitab itu. Beliau menjadikan kitabnya menjadi lebih dari lima puluh macam yang disusun menjadi enam bab. Beliau telah membahas setiap macam (bagian) dari kitab tersebut dengan pembahasan yang kuat, sebagaimana dikatakan oleh Imam Abus Sa’aadat Ibnul Atsir dalam mukadimah kitabnya, An-Nihayah fil Aatsar,
“Setiap orang yang memulai dengan sesuatu yang belum ada yang mendahului, dan setiap pencipta sesuatu yang belum ada yang mendahului, maka sesuatu itu masih sedikit, kemudian menjadi banyak (berkembang), atau semula tampak kecil kemudian menjadi besar.”
Maka muncul ide untuk menulis berbagai macam pembahasan yang belum ada yang mendahului, dan tambahan hal-hal penting yang diperlukan. Saya tancapkan suatu tekad untuk menyusun kitab di bidang
tersebut dan saya kumpulkan, insya Allah, di dalamnya berbagai faedah dan manfaat. Saya susun dengan baik dan teratur agar dalam penyusunan kitab ini saya termasuk orang yang kedua dan satu-satunya orang yang mengumpulkan hal-hal yang berserakan seperti seribu atau dua ribu dan menjadi rujukan dalam ilmu tafsir dan hadits dalam menyempurnakan bagian-bagian ilmu tersebut menjadi dua kali lipat, ketika cahaya bulan menjadi terang, ketika purnama kesempurnaannya dan menjadi terang benderang, dan fajarnya pun keluar di pagi hari ketika sang muazzin memanggil dengan hayya alal falah. Kitab itu kuberi nama: At-Tahbir fi Ulum at-Tafsir. Berikut ini daftar isi berbagai macam pembahasan yang ada dalam kitab tersebut setelah dibuka dengan mukadimah.


Pertama dan kedua : Al-Makki dan Al-Madani.
Ketiga dan keempat : Al-Hadhari dan As-Safari.
Kelima dan keenam : An-Nahari dan Al-Laili.
Ketujuh dan kedelapan : Ash-Shaifi dan Asy-Syita’i.
Kesembilan kesepuluh : Al-Firasyi dan An-Naumi.
Kesebelas : Asbabun Nuzul.
Kedua belas : Awwalu maa Nuzzila (ayat pertama yang diturunkan).
Ketiga belas : Akhiru maa Nuzzila (akhir ayat yang diturunkan).
Keempat belas : Ayat yang diketahui pada saat turunnya.

Kelima belas : Apa yang diturunkan padanya (Muhammad) dan tidak diturunkan pada seorang pun dari para nabi.
Keenam belas : Apa yang diturunkan atas para nabi.
Ketujuh belas : Sesuatu yang berulang-ulang turunnya.
Kedelapan belas : Sesuatu yang diturunkan secara terpisah.
Kesembilan belas : Sesuatu yang diturunkan secara langsung.
Kedua puluh : Cara turunnya Al-Qur’an, dan ini semua berkaitan dengan turunnya Al-Qur’an.
Kedua puluh satu : Al-Mutawatir.
Kedua puluh dua : Al-Ahaad.
Kedua puluh tiga : Asy-Syadz.
Kedua puluh empat : Qira’at Nabi saw.
Kedua puluh lima dan enam : Ar-Ruwaat (para perawi) dan Al-Huffadz (para hafidz).
Kedua puluh tujuh : Kaifiyah at-Tahammul (Metode menerima hadits).
Kedua puluh delapan : Al-‘Ali wa an-Nazil.
Kedua puluh sembilan : Al-Musalsal, ini berkaitan dengan sanad.
Ketiga puluh : Al-Ibtida’.
Ketiga puluh satu : Al-Waqfu.
Ketiga puluh dua : Al-Imalah.
Ketiga puluh tiga : Al-Maddu.
Ketiga puluh empat : Takhfiful Hamzah.
Ketiga puluh lima : Al-Idgham.
Ketiga puluh enam : Al-Ikhfa’.
Ketiga puluh tujuh : Al-Iqlab.
Ketiga puluh delapan : Makharijul Huruf, ini berkaitan dengan al-ada’.
Ketiga puluh sembilan : Al-Gharib.
Keempat puluh : Al-Mu’arrab.
Keempat puluh satu : Al-Majaz.
Keempat puluh dua : Al-Musytarak.
Keempat puluh tiga : Al-Mutaradif.
Keempat puluh empat dan lima : Al-Muhkan dan Al-Mutasyabih.
Keempat puluh enam : Al-Musykil.
Keempat puluh tujuh dan delapan : Al-Mujmal dan Al-Mubayyan.
Keempat puluh sembilan : Al-Isti’arah.
Kelima puluh : At-Tasybih.

Kelima puluh satu dan dua : Al-Kinayah dan At-Ta’ridh.
Kelima puluh tiga : Al-‘Am al-Baaqi al-Baqi ‘alaa Umumihi.
Kelima puluh empat : Al-‘Am al-Makhsus.
Kelima puluh lima : Al’Am Alladzii Urida bihi al-Khusus.
Kelima puluh enam : Apa yang dikhususkan oleh Al-Qur’an terhadap As-
Sunah.
Kelima puluh tujuh : Apa yang dikhususkan oleh As-Sunah terhadap Al-
Qur’an.
Kelima puluh delapan : Al-Mu’awwal.
Kelima puluh sembilan : Al-Mafhum.
Keenam puluh dan enam puluh satu : Al-Muthlaq dan Al-Muqayyad.
Keenam puluh dua dan tiga : An-Nasikh dan Al-Mansukh.
Keenam puluh empat : Sesuatu yang diamalkan oleh satu orang, kemudian
dinasakh.
Keenam puluh lima : Sesuatu yang wajib atas seseorang.
Keenam puluh enam, tujuh , dan delapan : Al-Ijaz, Al-Ithnab, dan Al-Musaawaat.
Keenam puluh sembilan : Al-Asybah.
Ketujuh puluh dan tujuh puluh satu : Al-Fashl dan Al-Washl.
Ketujuh puluh dua : Al-Qashr.
Ketujuh puluh tiga : Al-Ikhtibak.
Ketujuh puluh empat : Al-Qaul bil Mujib.
Ketujuh puluh lima, enam, dan tujuh : Al-Muthabaqah, Al-Munasabah,
dan Al-Mujanasah.
Ketujuh puluh delapan dan sembilan : At-Tauriyah dan Al-Istikhdam.
Kedelapan puluh : Al-Luffu dan An-Nasyru.
Kedelapan puluh satu : Al-Iltifaat.
Kedelapan puluh dua : Al-Fawashil dan Al-Ghayaat.
Kedelapan puluh tiga, empat, dan lima : Afdalul Qur’an wa Faadiluhu wa
Mafdhuluhu.
Kedelapan puluh enam : Mufradat Al-Qur’an.
Kedelapan puluh tujuh : Al-Amtsaal.
Kedelapan puluh delapan dan sembilan : Adabul Qari’ wal Muqri’.
Kesembilan puluh : Adabul Mufassir.
Kesembilan puluh satu : Siapa yang diterima tafsirnya dan siapa yang tidak.
Kesembilan puluh dua : Gharaibut Tafsir (Tafsir-Tafsir Gharib).

Kesembilan puluh tiga : Ma’rifah Al-Mufassirin (Mengenal para ahli tafsir).
Kesembilan puluh empat : Kitabatul Qur’an (Penulisan Al-Qur’an).
Kesembilan puluh lima : Tasmiyatus Suwar (Penamaan Surat-Surat Al-Qur’an).
Kesembilan puluh enam : Tartibul Ayaat was Suwar (Urutan Ayat-Ayat dan
Surat-Surat Al-Qur’an).
Kesembilan puluh tujuh , delapan, dan sembilan : Al-Asma’ Al-Kuna dan
Al-Alqaab.
Keseratus : Al-Mubhamaat.
Keseratus satu : Nama-nama yang Al-Qur’an turun pada mereka.
Keseratus dua : At-Tarikh.

Inilah terakhir dari pembahasan yang saya sebutkan di dalam khutbah (pembukaan) dalam kitab saya At-Tahbir fi Ulumil Qur’an. Alhamdulillah kitab ini selesai pada tahun 92 H. dan ditulis oleh seseorang (ulama) yang dia adalah setingkat guru-guruku dari para ulama ahli tahkik. Kemudian terlintas dalam hatiku untuk menyusun suatu kitab yang mudah, lengkap, dan sempurna, yang di dalam kitab tersebut saya menggunakan metode ihsha’ (statistik/perhitungan) dan istiqsha’ (pembahasan secara tuntas). Saya merasa paling unggul dalam hal tersebut dan tidak ada yang menyamai untuk memasuki berbagai metode pembahasan (yang saya pakai), tetapi ketika saya sedang menyampaikan pemikiran saya dan sedang melangkahkan kaki, tiba-tiba telah sampai kepadaku bahwa Syekh Imam Badruddin Muhammad bin Abdillah az-Zarkasyi, beliau adalah salah satu ulama mutaakhirin dari Mazhab Syafi’i,
ternyata beliau telah menyusun suatu kitab tentang ‘Ulumul Qur’an yang diberi judul Al-Burhan fi Ulumil Qur’an. Maka saya meminta kitab itu untuk kemudian saya pelajari, ternyata saya mendapatkan beliau telah berkata dalam khutbah (pembukaan) kitab itu sebagai berikut:
“Ketika (pembahasan tentang) ulumul Qur’an tidak terhitung banyaknya dan makna-maknanya pun tidak dapat dicapai secara keseluruhan maka wajib (bagi kita) untuk memerhatikan semaksimal mungkin, dan di antara yang belum dilakukan oleh para ulama terdahulu adalah membuat (menyusun) kitab yang memuat tentang berbagai macam ilmu (Al-Qur’an), sebagaimana dilakukan oleh para ulama dalam ilmu hadits. Alhamdulillah, saya dapat beristikharah kepada Allah SWT untuk menyusun kitab seperti itu yang menghimpun apa saja yang diperbincangkan oleh para ulama tentang ilmu-ilmu tersebut dan mereka telah memasuki pembahasan dalam berbagai masalah yang pelik, dan saya memuat berbagai makna yang unik (menarik) dan berbagai hikmah yang babnya dan menjadi ‘unwan (tanda) atas kitabnya (apa yang saya tulis di dalamnya), selain juga dapat membantu para mufasir untuk mengetahui hakikatnya dengan mengetahui sebagian rahasia dan berbagai permasalahannya. Maka saya beri nama kitab itu dengan: Al-Burhan fi Ulumil Qur’an, dan inilah daftar isinya:

Pertama : Mengenal Asbabun Nuzul.
Kedua : Mengenal Munasabah Bainal Ayaat.
Ketiga : Mengenal Al-Fawashil (batas-batas ayat Al-Qur’an).
Keempat : Mengenal Al-Wujuh dan An-Nadzair.
Kelima : Mengetahui Al-Mutasyabih.
Keenam : Mengetahui Al-Mubhamaat.
Ketujuh : Asrar Al-Fawatih (Mengetahui rahasia pembuka surat-surat).
Kedelapan : Khawatm As-Suwar (Mengetahui akhir surat-surat).
Kesembilan : Mengenal Al-Makki dan Al-Madani.
Kesepuluh : Mengenal sesuatu yang pertama kali diturunkan.
Kesebelas : Mengenal berapa banyak bahasa Al-Qur’an itu diturunkan
berdasarkan bahasa tersebut.
Kedua belas : Mengenal bagaimana kaifiyyah turunnya Al-Qur’an.
Ketiga belas : Mengenal penjelasan tentang Jam’ul Qur’an, dan siapakah
shahabat-shahabat yang hafal Al-Qur’an.
Keempat belas : Mengenal pembagian Al-Qur’an.
Kelima belas : Mengenal nama-nama Al-Qur’an.
Keenam belas : Mengenal apa yang ada di dalam Al-Qur’an dari selain bahasa Hijaz.
Ketujuh belas : Mengenal apa yang ada di dalam Al-Qur’an dari selain bahasa Arab.
Kedelapan belas : Gharib Al-Qur’an.
Kesembilan belas : Mengenal At-Tashrif.
Kedua puluh : Mengenal Al-Ahkam.
Kedua puluh satu : Mengenal adanya lafadz atau tarkib (susunan kata) itu
lebih baik dan lebih fasih.
Kedua puluh dua : Mengenal ikhtilaf al-alfadz (perbedaan kata) dengan
penambahan atau pengurangan.
Kedua puluh tiga : Mengenal Taujih Al-Qur’an.
Kedua puluh empat : Mengenal Al-Waqfu.
Kedua puluh lima : Mengetahui marsum al-khat (bentuk tulisan Al-Qur’an).

Kedua puluh enam : Mengenal Fadhail Al-Qur’an.
Kedua puluh tujuh : Mengenal khawash (keistimewaan) Al-Qur’an.
Kedua puluh delapan : Apakan di dalan Al-Qur’an ada sesuatu yang lebih
afdhal daripada sesuatu yang lainnya.
Kedua puluh sembilan : Tentang adab membaca Al-Qur’an.
Ketiga puluh : Apakah boleh dalam menyusun kitab, risalah, dan khutbah khutbah mempergunakan sebagian ayat-ayat Al-Qur’an?
Ketiga puluh satu : Mengenal al-amtsal (berbagai perumpamaan) di dalam Al-Qur’an.
Ketiga puluh dua : Mengenal ahkam Al-Qur’an.
Ketiga puluh tiga : Mengenal jadal Al-Qur’an.
Ketiga puluh empat : Mengenal nasikh dan mansukh.
Ketiga puluh lima : Mengenal muuhim al-mukhtalaf.
Ketiga puluh enam : Mengenal al-muhkam dan al-mutasyabih.
Ketiga puluh tujuh : Berbagai hikmah ayat-ayat mutasyabihat yang ada di dalam sifat-sifat Allah.
Ketiga puluh delapan : Mengenal ‘Ijazul Qur’an.
Ketiga puluh sembilan : Mengenal Wujubu Mutawatirihi.
Keempat puluh : Penjelasan tentang mu’dhadat (dukungan) Sunah terhadap Al-Qur’an.
Keempat puluh satu : Mengenal tafsir Al-Qur’an.
Keempat puluh dua : Mengenal wujuh al-mukhatabaat (berbagai bentuk kalam Ilahi).
Keempat puluh tiga : Uraian tentang hakikat dan majaz di dalam Al-Qur’an.
Keempat puluh empat : Tentang al-kinayaat dan at-ta’ridh.
Keempat puluh lima : Tentang macam-macam makna al-kalam.
Keempat puluh enam : Mengenal uslub-uslub Al-Qur’an.
Keenam puluh tujuh : Mengenal al-adawaat (sebagian huruf-huruf Al-Qur’an).

Ketahuilah bahwa tidak ada satu pun pembahasan dari pembahasan pembahasan tersebut di atas kecuali apabila seseorang ingin membahasnya secara tuntas maka dia akan menghabiskan umurnya, sementara dia belum sampai pada hakikatnya. Tetapi di sini kita ingin meringkas (pembahasan) dari setiap persoalan berdasarkan pokok-pokoknya saja dan menyinggung tentang sebagian pasal-pasalnya. Sebab jika kita ingin membahasnya secara tuntas, memerlukan waktu yang relatif lama, sedangkan umur kita pendek. Apalagi manusia pada umumnya memiliki banyak kekurangan.” Inilah akhir dari kata pembuka Imam az-Zarkasyi di dalam kitabnya.

Ketika saya telaah kitab tersebut, saya semakin bertambah bahagia dan banyak memuji kepada Allah SWT dan tekadku semakin kuat untuk mewujudkan cita-cita yang tersimpan dalam hatiku. Saya pun berupaya untuk memperkuat tekad dalam mewujudkan karya ilmiah yang saya inginkan maka saya susun kitab yang sangat mulia ini yang penuh dengan uraian dan dalil serta yang banyak faedah dan manfaatnya, juga saya sajikan dengan baik. Saya telah menyusunnya dengan urut dan rapi melebihi susunan yang ada dalam kitab Al-Burhan fi Ulumil Qur’an. Saya masukkan sebagian pembahasannya ke sebagian yang lain, kemudian saya uraikan secara terperinci apa-apa yang semestinya harus dijelaskan. Saya tambah di dalamnya berbagai faedah dan keunikan yang istimewa, juga berbagai kaidah dan keterangannya, kemudian saya beri nama Al-Itqan fi Ulumil Qur’an. Insya Allah, Anda akan melihat bahwa setiap pembahasan yang ada di dalam kitab ini ternyata pantas untuk disusun kitab tersendiri, dan Anda akan dapat memeroleh kesegaran dari sumber mata air tawar alami yang enak rasanya, dan siapa yang meminumnya maka dia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Saya telah membuat mukadimah untuk tafsir Al-Kabir yang sedang saya susun dan saya beri nama mukadimah itu dengan nama: Majma’ al-Bahrain, wa Mathla’ al-Badrain, Al-Jami’ li Tahrir ar-Riwayah wa Taqriri ad-Dirayah.
Akhirnya hanya kepada Allah-lah saya memohon taufik, hidayah, ma’unah (pertolongan), dan ri’ayah (perlindungan). Sesungguhnya Dia Mahadekat dan Yang Mengabulkan, tidak ada taufik bagiku kecuali dari Allah, kepada-Nya saya bertawakal dan kepadanya saya kembali, dan inilah daftar isinya:

Pertama : Mengenal al-Makki dan al-Madani.
Kedua : Mengenal al-Hadhari dan as-Safari.
Ketiga : An-Nahari dan Al-Laili.
Keempat : Ash-Shifi dan Asy-Syitaa’i.
Kelima : Al-Firasyi dan An-Naumi.
Keenam : Al-Ardhi dan As-Samawi.
Ketujuh : Pertama kali yang diturunkan.
Kedelapan : Terakhir kali yang diturunkan.
Kesembilan : Asbabun Nuzul (sebab-sebab turunnya ayat atau surat).
Kesepuluh : Apa yang diturunkan pada lisan sebagian shahabat.
Kesebelas : Sesuatu yang turunnya berulang-ulang.
Kedua belas : Sesuatu yang Turunnya Ayat Lebih Dahulu Daripada Hukumnya dan Sesuatu yang Hukumnya Lebih Dahulu Daripada Turunnya Ayat.

Ketiga belas : Mengenal apa yang diturunkan secara terpisah dan apa yang diturunkan secara langsung.
Keempat belas : Apa yang diturunkan dengan diiringi malaikat dan apa yang diturunkan secara tersendiri.
Kelima belas : Apa yang diturunkan pada sebagian nabi dan apa yang tidak
diturunkan kepada siapapun sebelum Nabi saw.
Keenam belas : Tentang bagaimana Al-Qur’an diturunkan.
Ketujuh belas : Mengenal nama-nama Al-Qur’an dan nama-nama suratnya.
Kedelapan belas : Jam’ul Qur’an wa Tartibuhu.
Kesembilan belas : Tentang jumlah surat-surat, ayat-ayat, kalimat, dan hurufnya.
Kedua puluh : Mengenal para huffadz dan para perawi Al-Qur’an.
Kedua puluh satu : Tentang sanad al-‘ali dan an-nazil.
Kedua puluh dua : Mengenal al-Mutawatir.
Kedua puluh tiga : Tentang al-Masyhur.
Kedua puluh empat : Tentang al-Ahaad.
Kedua puluh lima : Mengenal asy-Syaadz.
Kedua puluh enam : Al-Maudhu’.
Kedua puluh tujuh : Al-Mudraj.
Kedua puluh delapan : Mengenal al-Waqfu dan al-Ibtida’.
Kedua puluh sembilan : Uraian tentang yang bersambung lafadznya dan yang terpisah maknanya.
Ketiga puluh : Tentang al-Imalah dan al-Fath serta apa-apa yang ada di antara keduanya.
Ketiga puluh satu : Tentang al-Idgham, al-Idzhar, al-Ikhfa’, dan al-Iqlab.
Ketiga puluh dua : Tentang al-Mad dan al-Qashr.
Ketiga puluh tiga : Takhfiful hamzah.
Ketiga puluh empat : Tentang kaifiyyah tahammulihi (cara meriwayatkan Al-Qur’an).
Ketiga puluh lima : Tentang adab tilawah Al-Qur’an.
Ketiga puluh enam : Mengenal gharibul Qur’an.
Ketiga puluh tujuh : Tentang apa yang terjadi di dalam Al-Qur’an dengan selain bahasa Hijaz.
Ketiga puluh delapan : Tentang apa yang terjadi di dalam Al-Qur’an dengan
selain bahasa Arab.
Ketiga puluh sembilan : Mengenal al-Wujuh dan an-Nadzir.
Keempat puluh : Mengenal adawat (alat-alat) yang diperlukan bagi seorang mufasir.

Keempat puluh satu : Mengenal i’rabnya Al-Qur’an.
Keempat puluh dua : Kaidah-kaidah penting yang perlu diketahui oleh mufasir.
Keempat puluh tiga : Al-Muhkan dan al-Mutasyabih.
Keempat puluh empat : Tentang muqaddimihi dan mutaakhkhirihi.
Keempat puluh lima : Al-khaas dan al-‘Aam di dalam Al-Qur’an.
Keempat puluh enam : Tentang Mujmalihi dan Mubayyinihi.
Keempat puluh tujuh : Tentang nasikh dan mansukh.
Keempat puluh delapan : Tentang musykilnya Al-Qur’an dan muuhimu alikhtilaf serta at-tanaqudh.
Keempat puluh sembilan : Tentang mutlaq dan muqayyad (dalam Al-Qur’an).
Kelima puluh : Tentang manthuq dan mafhum dalam Al-Qur’an.
Kelima puluh satu : Tentang wujuh (berbagai model) mukhatabatihi.
Kelima puluh dua : Hakikat dan majaz dalam Al-Qur’an.
Kelima puluh tiga : Tasybih dan isti’arah.
Kelima puluh empat : Kinaayah dan ta’ridh.
Kelima puluh lima : Tentang al-khasr dan al-ikhtishas.
Kelima puluh enam : Al-ijaz dan al-ithnab.
Kelima puluh tujuh : Tentang kalam khabar dan insya’.
Kelima puluh delapan : Tentang bada’i (keindahan) Al-Qur’an.
Kelima puluh sembilan : Tentang fawashil ayaat (batasan-batasan ayat).
Keenam puluh : Tentang fawatih suwar (pembukaan surat-surat).
Keenam puluh satu : Tentang khawatim suwar (penutup-penutup surat).
Keenam puluh dua : Munasabat (korelasi) ayat-ayat dan surat-surat.
Keenam puluh tiga : Tentang ayat-ayat yang musytabihaat.
Keenam puluh empat : I’jaz Al-Qur’an
Keenam puluh lima : Ilmu-ilmu yang diambil dari Al-Qur’an.
Keenam puluh enam : Al-amtsal dalam Al-Qur’an.
Keenam puluh tujuh : Al-aqsaam (sumpah-sumpah) dalam Al-Qur’an.
Keenam puluh delapan : Al-jadal (perdebatan) dalam Al-Qur’an.
Keenam puluh sembilan : Al-asma’, al kuna, dan al-alqaab.
Ketujuh puluh : Mubhamaat Al-Qur’an (hal-hal yang mubham).
Ketujuh puluh satu : Nama-nama orang yang turun kepada mereka Al- Qur’an.
Ketujuh puluh dua : Tentang fadhail Al-Qur’an (berbagai keutamaan Al-Qur’an).
Ketujuh puluh tiga : Tentang afdhalil Qur’an dan faadhilihi.
Ketujuh puluh empat : Mufradat Al-Qur’an.
Ketujuh puluh lima : Khawasshil Qur’an (berbagai keistimewaan Al-Qur’an)

Ketujuh puluh enam : Tentang rusum al-khat dan adab penulisannya.
Ketujuh puluh tujuh : Mengenal ta’wil Al-Qur’an dan tafsirnya, serta penjelasan
tentang kemuliaannya dan keperluan ke arah tersebut.
Ketujuh puluh delapan : Syarat-syarat mufasir dan adab-adabnya.
Ketujuh puluh sembilan : Gharaib Al-Qur’an.
Kedelapan puluh : Thabaqat al-Mufassirin.

Inilah delapan puluh macam pembahasan (tentang ilmu-ilmu Al-Qur’an) secara singkat. Seandainya saya perbanyak pembahasannya maka akan bertambah menjadi tiga ratus pembahasan. Sebagian besar pembahasan tersebut telah ditulis secara tersendiri. Di antara contoh dari kitab-kitab yang telah disusun (oleh para ulama) seperti tersebut di atas, meskipun sebenarnya tidak sama dan tidak serupa, akan tetapi jumlahnya sedikit dan pendek adalah sebagai berikut:
• Kitab Funun al-Afnan fii Ulum Al-Qur’an karya Ibnu al-Jauzi.
• Kitab Jamal al-Qurra’ karya Syekh ‘Alamuddin as-Sakhawi.
• Kitab Al-Mursyid al-Wajiz fii Uluum Tata’allaq bi Al-Qur’an al-‘Aziz, karya Abi Syaibah.
• Kitab Al-Burhan fii Musykilat Al-Qur’an, karya Abul Ma’ali ‘Azizi bin Abdil-Malik, dikenal dengan nama: “Syaidzalah”.



kitab Mutamimah

 Download Terjemahan kitab Mutamimah Pdf 

klik link dibawah ini : 

TERJEMAHAN KITAB MUTAMIMAH 

 

 kitab Mutamimah

 

 






Kitab Mutammimah Al-Jurumiyah Fi Ilmi Arabiyyah 


Dalam mempelajari bahasa arab, tentunya ada ilmu dasar yang musti dikuasai terlebih dahulu.

Kaidah keilmuan atau iIlmu ilmu yang mempelajari cara membaca kitab kuning antara lain adalah sebagai berikut :

Ilmu retorika (al-balaghah)
Ilmu morfologi (ash-sharfi)
Ilmu sintaksis (an-nahwi)
Ilmu semantik (ad-dalalah)
Dan ilmu lainnya.
Dan kitab Mutammimah Al-Ajurumiyah Fi Ilm Al-Arabiyah adalah salah satu kitab diantarnya yang dipelajari oleh santri di pondok pesantren dengan menggunakan kitab mutammimah makna pesantren pdf tentunya.

Isi kitab Mutammimah Al-Ajurumiyah Fi Ilm Al-Arabiyah secara garis besar mempelajari tentang ilmu nahwu atau ilmu sintaksis bahasa arab.

Kitab ini ditulis oleh Muhammad bin Muhammad Ar-Ra’ini Al-Maliki atau dikenal luas dengan nama Syaikh Syamsuddin Al-Maliki.

Mutammimah Al-Ajurumiyah Fi Ilm Al-Arabiyah adalah kitab penyempurna atau kitab penjelas dari matan al jurumiyah atau dengan kata lain kitab ini merupakan kitab syarah matan aj jurumiyah karangan Syaikh Ash-Shonhaji (Syaikh Abu Abdillah Muhammad bin Muhammad bin Dawud Ash-Shonhaji).

Kitab mutammimah sendiri merupakan kitab yang menjadi jembatan untuk mempelajari kitab kitab nahwi shorof yang lebih tinggi, seperti kitab matan alfiyah, kitab syarah Ibnu Aqil dan kitab kitab nahwu yang lebih tinggi lainnya.

Adapun skema mutamimmah jurumiyah adalah sebagai berikut :

Daftar Isi Kitab Mutammimah Al-Ajurumiyah Fi Ilm Al-Arabiyah

Bab kalam dan susunannya
Bab i’rab dan bina’
Bab mengetahui tanda-tanda i’rab (rafa’
Bab nashob
Bab khafdl/jer
Bab jazem
Bab pembagian isim-isim yang di-i’rab
Bab baik dengan harakat maupun huruf
Bab mengira-ngirakan harakat
Bab ism ghoiru munshorif
Bab nakirah dan ma’rifat
Bab dlomir dan mudlmar
Bab ‘alam
Bab ism-ism isyarah
Bab ism maushul
Bab ism yang di ma’rifat-kan dengan adat
Bab ism yang disandarkan pada ism ma’rifat
Bab ism-ism yang dibaca rafa’
Bab fa’il
Bab naibul fa’il (maf’ul yang tidak disebutkan fa’il-nya)
Bab mubtada’ dan khabar
Bab amil-amil yang bisa masuk pada mubtada’ dan khabar
Bab kana wa akhwatuha
Bab huruf yang diserupakan dengan laysa
Bab af’alul muqarabah
Bab jenis kedua dari ‘amil nawasikh
Bab la yang beramal seperti amalnya inna
Bab jenis ketiga dari ‘amil nawasikh
Bab ism-ism yang dibaca nashab
Bab maf’ul bih
Bab isytighal
Bab munada
Bab munada yang disandarkan pada ya’ mutakallim
Bab maf’ul muthlaq
Bab maf’ul fiih
Bab maf’ul min ajlih
Bab maf’ul ma’ah
Bab isim yang diserupakan dengan maf’ul
Bab hal
Bab tamyiz
Bab mustatsna
Bab isim-isim yang dibaca jer
Bab jer dengan idlofah
Bab i’rab-nya beberapa fi’l
Bab na’at
Bab ‘athof
Bab taukid
Bab badal
Bab ism yang beramal seperti amalnya fi’l
Bab tanazu’ fi al-‘amal (berselisih dalam amal)
Bab ta’ajjub (kekaguman)
Bab ‘adad (bilangan) dan waqaf (perhentian)
Saat ini kitab mutammimah sudah memiliki kitab syarah, yakni kitab kawakib durriyah syarah mutammimah.

Dan untuk teman teman yang ingin mengetahui ringkasan kitab mutammimah al jurumiyah, silahkan lihat keterangan kitab berikut ini.

Keterangan Kitab Mutammimah

Judul Kitab : Mutammimah Al-Ajurumiyah Fi Ilmil Arabiyyah
Pengarang : Syeikh Syamsudin Muhammad bin Muhammad ar-Raini al-Maliki
Tahqiq : –
Penerbit : –
Tebal Kitab : 135 halaman
Baik, itu tadi sekilas tentang kitab mutammimah yang bisa dipelajari kali ini.

Dan sampai disini dulu perjumpaan kali ini pada tema pembahasan Download Kitab Mutammimah Pdf Dan Terjemahan, semoga bermanfaat.

 

Kitab Nadhom Maqshud (kitab yaqulu)

 Download Terjemahan kitab Nadhom Maqshud Pdf 

klik link dibawah ini : 

TERJEMAHAN KITAB NADHOM MAQSHUD 

Syarah Kitab Nadhom Maqshud 





Mengenal Kitab Nadhom Maqshud Karya Al-Thahawi

Dalam dunia pesantren, perubahan bentuk kata dikenal dengan istilah Tashrif. Salah satu Kitab Tashrif yang paling populer bagi pelajar Indonesia adalah Kitab Nadhom Maqsud karya Syaikh Ahmad bin Abdurrahim al-Thahthawi (1132-1302 H).


Dalam Bahasa Arab, terlalu sangat banyak perubahan bentuk kalimat. Kata dasarnya disebut sebagai Masdhar.


Dan dari Mashdar ini dapat berubah kedalam berbagai bentuk kalimat lainnya seperti bentuk Fi’il Madhi, Mudhari’, Amar dan lain sebagainya.


Kitab Nadhom Maqsud memuat sekitar 113 syair. Dan sangat mudah untuk dihafal oleh para pelajar pemula dibidang keilmuan Saraf.


Terjemahan Nadhom Maqsud

Daftar Isi

يَقُوْلُ بَعْدَ حَـمْـدِ ذِي الجَـلاَلِ ** مُـصَـلِّـيًـا عَلَـى النَّـِبيْ وَ الآلِ


seraya membaca shalawat dan salam untuk Nabi dan semua keluarganya


عَـبْـدٌ أَسِـيْـرُ رَحْمَةِ الـكَرِيمِ ** أَيْ أَحْـمَدُ بْنُ عَابِـدِ الـرَّحِيْــم


Syekh Ahmad bin Abdurrahim seorang hamba yang menjadi tawanan rahmat Allah setelah memuji Allah yang Maha Agung


Bab Fi’il Tsulatsi

فِعْلٌ ثـُلاَثِـيٌّ إِذَا يُجَــــرَّدُ ** أَبْوَابُـهُ سِـتٌّ كَمَا سَــتُسْــرَدُ


Fi’il tsulasi mujarrad ( fi’il yang terdiri dari 3 huruf asal dan tanpa ( sunyi ) huruf tambahan (ziyadah ) itu babnya itu ada 6 yang akan diterangkan dengan tertib


فَالعَيْنُ إِنْ تُفْـتَحْ بِمَاضٍ فَاكْسِـرِ ** أَوْ ضُمَّ أوْ فَافْـتَحْ لَـهَا فِي الغَـابِـرِ


Apabila ‘ain fi’il dari fi’il madli itu dibaca fathah [فَعَلَ ] maka ‘ain fi’il dari fi’il mudlori’ itu boleh wajah 3 yaitu:


kasroh [فَعَلَ يَفْعِلُ]

dhomah [فَعَلَ يَفْعُلُ]

fathah [فَعَلَ يَفْعَلُ

وَإِنْ تُـضَمَّ فَاضْمُـمَنْـهَا فِـيْهِ ** أوْ تَـنْـكَسِرْ فَافْتَحْ وَكَسْرًا عِـيْـهِ


Apabila ‘ain fi’il dari fi’il madli itu dibaca zummah [فَعُلَ] maka ‘ain fi’il dari fi’il mudlari’ itu hanya dibaca zummah saja [يَفْعُلُ] dan apabila ‘ain fi’il dari fi’il madli itu dibaca kasroh [فَعِلَ] maka ‘ain fi’il dari fi’il mudlari’ itu boleh dibaca fathah [يَفْعَلُ] dan kasrah [يَفْعِلُ]


وَلاَمٌ اوْ عَيْنٌ بِـمَا قَـدْ فُـتِحَـا ** حَلْقِيْ سِوَى ذَا بِالشُّذُوذ ِ اتَّضَحَـا


Fi’il tsulasi mujarrad yang ikut wazan [فَعَلَ يَفْعَلُ] itu disyaratkan ‘ain fi’il atau lam fi’ilnya harus berupa salah satu huruf halqi yang ada 6 [ء، غ،ع، ح، خ، ه] dan jika tidak berupa huruf halqi maka hukumnya syad ( menyimpang dari kaedah yang telah ditentukan )


BAB RUBA’I DAN RUBA’I MULHAQ

ثُمَّ الــرُّبَاعِىُّ بِبَــابٍ وَاحِدِ ** وَ الْحِقْ بِـهِ سِتـًّا بِغَـيْرِ زَائِـدِ


Fi’il ruba’i mujarrad ( fi’il yang huruf asalnya ada 4 dan tanpa huruf tambahan ) itu babnya ada satu yaitu [فَعْلَلَ – يُفَعْلِلُ],sedangkan fi’il ruba’i mulhaq mujarrad ( fi’il yang huruf asalnya ada 3 dan di tambah satu huruf untuk disamakan dengan ruba’i mujarrad ) itu babnya ada 6 yaitu :


فَـوْعَـلَ فَعْوَلَ كَذَاكَ فَـيْعَـلاَ ** فَعْـيَلَ فَـعْلَى وَ كَذَاكَ فَـعْـلَـلاَ


[فَوْعَلَ – يُفَوْعِلُ];

[فَعْوَلَ – يُفَعْوِلُ];

[فَيْعَلَ – يُفَيْعِلُ];

[فَعْيَلَ – يُفَعْيِلُ];

[فَعْلَي – يُفَعْلِي];

[فَعْلَلَ – يُفَعْلِلُ].

زَيْـدُ الثُّلاَثِيْ أَرْبَـعٌ مَعْ عَشْـرِ ** وَهْيَ لِأَقْسَـامٍ ثَـلاَثٍ تَـجْــرِي


BAB TSULASI MAZID

أَوَّلُـهَا الرُّبَـاعِ مِثْلُ أَكْرَمَــا ** وَفَعَّـلَ وَ فَـاعَلاَ كَـخَاصَمَـــا


Yang pertama adalah fi’il tsulasi mazid ruba’i ( fi’il yang terdiri dari 3 huruf asal lalu ditambah satu huruf ) adapun babnya itu ada 3 yaitu :


[أَفْعَلَ – يُفْعِلُ] seperti [أَكْرَمَ – يُكْرِمُ]

[فَاعَلَ – يُفَاعِلُ] seperti [خَاصَمَ – يُخَاصِمُ]

[فَعَّلَ – يُفَعِّلُ] seperti [فَرَّحَ – يُفَرِّحُ]

Baca Juga :  Kitab Minhajul Muta'allim Karya Imam Ghazali

وَاخْصُصْ خُمَاسِيًّا بِذِي الأَوْزَانِ ** فَـبَـدْؤُهَا كَـا نْكَـسَرَ وَ الثَّـانِي


Yang kedua adalah fi’il tsulasi mazid khumasi ( fi’il yang terdiri dari 3 huruf asal lalu mendapat dua huruf tambahan ) adapun babnya itu ada 5


اِفْـتَعَلَ اِفْـعَلَّ كَذَا تَفَــعَّلاَ ** نَــحْوُ تَعَــلَّمَ وَزِدْ تَفَاعَـــلاَ


[اِنْفَعَلَ – يَنْفَعِلُ] seperti [اِنْكَسَرَ – يَنْكَسِرُ]

[اِفْتَعَلَ – يَفْتَعِلُ] seperti [اِجْتَمَعَ – يَجْتَمِعُ]

[اِفْعَلَّ – يَفْعَلُّ] seperti [اِحْمَرَّ – يَحْمَرُّ]

[تَفَعَّلَ – يَتَفَعَّلُ] seperti [تَعَلَّمَ – يَتَعَلَّمُ]

[تَفَاعَلَ – يَتَفَاعَلُ] seperti [تَخَاصَمَ – يَتَخَاصَمُ]

ثُمَّ السُّدَاسِيْ استَفْعَلاَ وَ افْعَوْعَـلاَ ** وَافْعَــوَّلَ افْعَـنْلَى يَـلِيهِ افْعَنْلَـلاَ


Yang ketiga adalah fi’il tsulasi mazid sudasi ( fi’il yang terdiri dari 3 huruf asal lalu mendapat tiga huruf tambahan ) adapun babnya itu ada 6 yaitu :


[اِسْتَفْعَلَ – يَسْتَفْعِلُ] seperti [استغفر – يستغفر]

[اِفْعَوْعَلَ – يَفْعَوْعِلُ] seperti [اعشوشب – يعشوشب]

[اِفْعَوَّلَ – يَفْعَوِّلُ] seperti [اجلوذ – يجلوذ]

[اِفْعَنْلَي – يَفْعَنْلِي] seperti [اسلنقي – يسلنقي]

[اِفْعَنْلَلَ – يَفْعَنْلِلُ] seperti [اقعنسس – يقعنسس]

[افعَالَّ – يَفْعَالُّ] seperti [اِحْمَارَّ – يَحْمَارُّ] وَافْعَالَ مَا قَدْ صَاحَبَ الَّلاَمَينِ ** زَيْـدُ الرُّبَاعِـيِّ عَلَـى نَوْعَــيْنِ

ذِي سِتَّةٍ نَحْوُ افْعَلَلَّ افْعَنْلَـلاَ ** ثُـمَّ الـخُـمَاسِيْ وَزْنُـهُ تَفَعْلَـلاَ


Fi’il ruba’i mazid sudasi ( fi’il yang terdiri dari 4 huruf asal lalu mendapatkan tambahan dua huruf), sedangkan wazannya ada 2 yaitu:


[اِفْعَلَلَّ – يَفْعَلِلُّ] seperti [اقشعر – يقشعر]

[اِفْعَنْلَلَ – يَفْعَنْلِلُ] seperti [اخرنجم – يخرجم]

Syarahan Kitab Nadhom Maqsud

Terdapat tiga kitab syarahan paling populer dan dan sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sehingga sangat mudah dipahami oleh belajar pemula.



Terjemah Nadhom Maqsud Bab Masdar dan Musytaq 


بَابُ الْمَصْدَرِ وَمَا يُشْتَقُّ مِنْهُ

(Bab Masdar dan Shighat yang Mustaq)


مِيْمِي وَغِيْرِهِ عَلىَ قِسْمَيْن ¤ وَمَصْدَرٌ أَتىَ عَلىَ ضَرْبَيْنِ

وَمَا عَدَاهُ فَالْقِيَاسَ تَتَّبِعْ ¤ مِنْ ذَيْ الثَّلاَثِ فَالْزَمِلْ الَّذِي سُمِعَ

Terjemah:

Masdar datang dengan 2 macam, yakni masdar mim dan masdar ghoiru mim serta masdar ghoiru mim itu dibagi lagi menjadi dua.

Dari fi’il tsulasi maka tetapkan pada masdar sama’i dan selain tsulasi maka mengikuti pada masdar qiyasi.

Penjelasan Syarah:

Pada bab ini kami akan menjelasakan tentang masdar dan shighat yang mustaq. Adapun Masdar itu dibagi menjadi dua macam, yaitu:


Masdar mim (مَصْدَرْ مِيْمِيْ) ialah masdar yang huruf pertamanya berupa huruf mim tambahan (ميم الزائدة). Misalnya مَفْعَلاً.

Masdar ghoiru mim (مَصْدَرْ غَيْرُ مِيْمِيْ) ialah masdar yang huruf pertamanya tidak berupa mim tambahan selain wazan (مُفَاعَلَةٌ). Misalnya فَعْلاً.

Baca Juga: Pengertian Shigat, Pembagian dan Contohnya


“Kenapa wazan مُفَاعَلَةٌ tidak dinamakan masdar mim padahal-kan diawali oleh huruf min? karena huruf min pada wazan مُفَاعَلَةٌ itu adalah huruf mim asli/asal, sedangkan huruf min yang ada pada masdar mim ini dinamakan huruf mim zaidah (huruf tambahan) bukan huruf asli/asal”.


Masdar ghoiru mim itu dibagi lagi menjadi dua bagian: (1). Sama’i (2). Qiyasi.


Sama’i ialah setiap masdar yang mana lafad-lafadnya sudah ditentukan oleh orang-orang Arab dan sulit untuk menentukan dengan wazan-wazan tertentu karena terlalu banyak. Misalnya عَلِمَ يَعْلَمُ عِلْمًا.

Qiyasi ialah setiap masdar yang mana lafad-lafadnya dapat ditentukan oleh wazan-wazan tertentu. Misalnya, kalimat fi’il yang ikut wazan أَفْعَلَ maka masdarnya ikut wazan إِفْعَالاً.

صَحِيْحٍ أَوْ مَهْمُوْزٍ أَوْ مُضَاعَفٍ ¤ مِيْمِي الثُّلاَثِي إِنْ يَكُنْ مِنْ أَجْوَفٍ

وَشَذَّ مِنْهُ مَا بِكَسْرِ الْعَيْنِ ¤ أَتَى كَمَفْعَلٍ بِفَتْحَتَيْنِ

Terjemah:

Masdar mimnya dari fi’il tsulasi mujarrod apabila terdiri dari bina’ ajwaf atau shohih atau mahmuz ataupun mudlo’af.

Maka ia datang dengan mengikuti wazan مَفْعَلاً dan hukumnya syadz (jarang) apabila dibaca kasroh a’in fi’ilnya مَفْعِلاً.

Baca Juga: Lengkap! Pengertian Bina’, Pembagian, dan Contohnya


Penjelasan Syarah:

Masdar mimnya fi’il tsulasi mujarrod baik berupa bina’ ajwaf, shohih, mahmuz, atau mudlo’af maka mengikuti wazan (مَفْعَلاً). Misalnya مَمَدًّا، مَقْرَأً، مَنْصَرًا، مَصَانًا.


Dan dihukumi syadz (jarang) apabila ikut wazan مَفْعِلاً. Misalnya مَسْجِدًا، مَغْرِبًا.


مُضَارِعٍ إِنْ لاَ بِكَسْرِهَا يَبِنْ ¤ كَذَا اسْمُ الزَّمَانِ وَالْمَكَانِ مِنْ

Terjemah:

Begitu juga dengan isim zaman dan isim makan, kecuali jika ‘ain fi’il mudlori’nya dibaca kasroh.

Penjelasan Syarah:

Apabila ada fi’il tsulasi mujarrad yang berupa bina’ ajwaf, shohih, mahmuz, atau mudho’af maka, isim zaman dan isim makannya ikut wazan مَفْعَلٌ. Misalnya مَمَدٌّ، مَقْرَأٌ، مَنْصَرٌ، مَصَانٌ kecuali apabila fi’il mudhore’nya ikut wazan يَفْعِلُ maka, isim zaman dan isim makannya ikut wazan مَفْعِلٌ. Misalnya مَفِرٌّ، مَاْدِمٌ، مَضْرِبٌ.


Keterangan:


Bina’ ajwaf adalah kalimat yang ‘ain fi’ilnya (huruf ketiga) berupa huruf illat. Contoh: صَانَ، خَافَ asalnya صَوَنَ، خَوَفَ.

Bina’ shohih adalah kalimat yang fa’ fi’il, ‘ain fi’il dan lam fi’ilnya tidak berupa hamzah dan tidak berupa huruf ‘illat serta ‘ain fi’il dan lam fi’ilnya tidak berupa huruf yang sama. Contoh: نَصَرَ.

Bina’ mahmuz adalah kalimat yang fa’ fi’ilnya atau ‘ain fi’ilnya atau lam fi’ilnya itu berupa huruf hamzah. Contoh: قَرَأَ، سَأَلَ، أَمَلَ.

Bina’ mudlo’af adalah kalimat yang ‘ain dan lam fi’ilnya berupa huruf yang sama. Contoh: مَدَّ asalnya مَدَدَ

وَاعْكِسْ بِمُعْتَلٍّ كَمَفْرُوْقٍ يَعِنْ ¤ وَافْتَحْ لَهَا مِنْ نَاقِصٍ وَمَا قُرِنْ

Terjemah:

Dan bacalah fathah untuk (masdar mim, isim zaman dan isim makan) yang terdiri dari bina’ naqis dan lafif maqrun, dan kebalikan dari bina’ mu’tal (mitsal) sama halnya seperti bina’ lafif mafruq.

Penjelasan Syarah:

Masdar mim, isim zaman dan isim makan yang terdiri dari fi’il yang ber-bina’ naqis, atau bina’ lafif maqrun maka ikut wazan مَفْعَلاً baik ketika ‘ain fi’il mudore’nya dibaca fathah, dhommah atau kasrah. Contoh: مَشْوًى، مَغْزًا.


Dan ketika terdiri dari bina’ mu’tal fa’ yakni bina’ mitsal dan bina’ lafif mafruq maka ikut wazan مَفْعِلاً. Contoh: مَوْعِدًا.


Keterangan:


Bina’ naqis adalah kalimat yang lam fi’ilnya berupa huruf ‘illat. Misalnya غَزَا asalnya غَزَوَ.

Bina’ mitsal adalah kalimat yang fa’ fi’ilnya berupa huruf ‘illat. Misalnya يَسَرَ، وَعَدَ.

Bina’ lafif maqrun adalah kalimat yang ‘ain dan lam fi’ilnya berupa huruf ‘illat. Misalnya شَوَى.

Bina’ lafif mafruq adalah kalimat yang fa’ dan lam fi’ilnya berupa huruf ‘illat. Misalnya وَقَى.

مِثْلَ مُضَارِعٍ لَهَا قضدْ جُهِلَا ¤ وَمَا عَدَا الثُّلَاثِ كُلَّا اجْعَلَا

عَيْنًا وَاَوَّلٌ لَهَا مِيْمًا يَصِر ¤ كَذَا اسْمُ مَفْعُوْلِ وَفَاعِلٍ كُسِرْ

Terjemah:

Adapun kalimat Fi’il yang hurufnya lebih dari tiga, maka jadikanlah pada masing-masing masdar mim, isim zaman, dan isim makannya sama dengan fi’il mudlori’nya yang dimabnikan majhul.


Begitu juga isim maf’ul dan isim fa’ilnya yakni dengan membaca kasrah pada ‘ain fi’ilnya, dan huruf awalnya menjadi mim untuk seluruhnya.

Penjelasan Syarah:

Kalimat fi’il yang hurufnya lebih dari tiga (4, 5 atau 6 huruf) maka masdar mim, isim zaman, isim makan, isim fa’il dan isim maf’ulnya seperti fi’il mudlori’ yang mabni majhul, namun mengganti huruf mudloro’ahnya dengan mim. Misalnya مُدَخْرَجٌ، مُكْرَمٌ، مُنْقَطَعٌ، مُسْتَخْرَجٌ seperti fi’il mudlori’ yang mabni majhul yakni يُدَخْرَجُ، يُكْرَمُ، يُنْقَطَعُ، يُسْتَخْرَجُ.


Dan khusus untuk isim fa’ilnya maka, ‘ain fi’ilnya harus dibaca kasroh. Misalnya مُدَخْرِجٌ، مُكْرِمٌ، مُنْقَطِعٌ، مُسْتَخْرِجٌ.


Demikianlah terjemah nadhom Maqsud bab Masdar dan Musytaq yang dapat kami sajikan. Semoga bermanfaat! 


kitab Nahwu wadhih

 Download Terjemahan kitab Nahwu Wadhih Pdf 

klik link dibawah ini : 

TERJEMAHAN KITAB NAHWU WADHIH 






Nahwu Wadhih di Al-Islam 


Kitab Nahwu yang diajarkan di Pondok Pesantren Al-Islam adalah kitab Nahwu Wadhih, yang merupakan karya dari dua pakar bahasa dari Mesir, yaitu DR. Ali Al-Jarimi dan DR. Musthafa Amin. Kitab ini digunakan sebagai bahan ajar untuk santri dari kelas II sampai kelas VI di pondok pesantren tersebut.


Meski tidak setenar kitab Alfiyyah, al-Imrithy, atau Jurumiyyah, kitab Nahwu Wadhih memiliki keunggulan yang tidak bisa dipandang remeh. Kitab ini memiliki sistematika penulisan yang sistematis dan bertahap antar babnya, sehingga santri dapat memahami materi dengan lebih mudah dan terstruktur.


Sederet Keunggulan

Keunggulan kitab ini yang paling menonjol adalah banyaknya contoh dan variasi contoh kalimat yang begitu variatif. Hal ini sangat membantu santri untuk memahami dan menerapkan kaidah-kaidah nahwu dengan lebih baik. Selain itu, susunan bahasa yang mudah dipahami dan kaidah yang disertakan sesudah penjelasan membuat kitab ini sangat mudah dipelajari oleh santri .


Di akhir tiap bab, terdapat latihan-latihan yang sangat memadai yang dapat membantu santri untuk mempraktikkan materi yang telah dipelajari. Selain itu, cara mengi’rob kalimat dan contoh-contohnya juga sarat dengan nilai pendidikan, sehingga santri tidak hanya dapat memahami materi nahwu dengan baik, tetapi juga dapat memperoleh nilai-nilai pendidikan yang positif dari kitab ini.


Berikut adalah beberapa keunggulan kitab Nahwu Wadhih dan penjelasan singkatnya;


Banyak contoh.


Kitab Nahwu Wadhih memiliki banyak contoh yang menjelaskan kaidah-kaidah nahwu dengan jelas dan mudah dipahami. Contoh-contoh ini sangat membantu santri untuk memahami kaidah-kaidah tersebut dan menerapkannya dalam pembuatan kalimat. Selain itu, contoh-contoh yang ada di dalam kitab Nahwu Wadhih juga cukup beragam sehingga santri dapat lebih memahami konsep-konsep nahwu dengan lebih baik.


Variasi contoh kalimat yang variatif.


Contoh-contoh kalimat yang terdapat di dalam kitab Nahwu Wadhih tidak hanya banyak, tetapi juga variatif. Hal ini sangat membantu santri untuk memahami kaidah-kaidah nahwu dengan lebih baik karena mereka dapat melihat berbagai macam contoh kalimat yang menggambarkan penggunaan kaidah-kaidah tersebut dalam kehidupan sehari-hari.


Susunan bahasa yang mudah dipahami


Kitab Nahwu Wadhih memiliki susunan bahasa yang mudah dipahami, sehingga santri dapat memahami materi dengan lebih mudah dan terstruktur. Hal ini sangat penting karena nahwu merupakan salah satu materi yang cukup kompleks dan membutuhkan pemahaman yang baik dari dasar-dasar bahasa Arab.


Kaidah yang disertakan sesudah penjelasan


Setiap penjelasan mengenai kaidah-kaidah nahwu yang terdapat di dalam kitab Nahwu Wadhih selalu diikuti dengan penjelasan mengenai penggunaan kaidah tersebut dalam kalimat. Hal ini sangat membantu siswa untuk lebih memahami penggunaan kaidah tersebut dalam praktek. Santri lebih mudah memahami melalui penjelasan yang ada sebelumnya, terlebih kemudian alur penjelasan yang ada disimpulkan dengan adanya kaidah.


Latihan-latihan yang sangat memadai di akhir setiap bab


Kitab Nahwu Wadhih dilengkapi dengan latihan-latihan yang sangat memadai di akhir tiap bab. Latihan-latihan tersebut meliputi berbagai macam soal yang dapat membantu santri untuk mempraktikkan materi yang telah dipelajari di dalam bab tersebut.


Contoh-contohnya sarat nilai pendidikan


Contoh-contoh yang terdapat di dalam kitab Nahwu Wadhih tidak hanya membantu santri untuk memahami materi secara teknis, tetapi juga sarat dengan nilai-nilai pendidikan. Hal ini sangat penting untuk membentuk karakter santri dalam hal kejujuran, kesantunan, dan nilai-nilai moral lainnya.


Dikenalkan metode i’rob


Dengan cara ini, pengetahuan santri tak hanya teruji sebatas bagaimana menyusun kalimat, memahami maksud dari setiap susunan, namun juga mampu mengidentifikasi kedudukan kata dalam kalimat. Meskipun kadar pengenalan i’rob dalam kitab ini masih sangat sederhana, namun ini sudah cukup untuk mengantarkan pemahaman santri dalam memahami struktur bahasa Arab dengan lebih baik.


Dengan demikian, kitab Nahwu Wadhih yang diajarkan di Pondok Pesantren Al-Islam memiliki banyak keunggulan yang dapat membantu santri untuk memahami dan menguasai materi nahwu dengan lebih baik. Dengan keunggulan-keunggulan yang dimilikinya, kitab ini sangat layak digunakan sebagai bahan ajar di pondok pesantren maupun lembaga pendidikan lainnya.


Terjemah Kitab Wadhih Bagian 1

Daftar Isi Kitab Nahwu Wadhih

BAB 1. Al Jumlah Al Mufidah

BAB 2. Ajzau al Jumlah (Taqsimu al Kalimah : Ismun, Fi’lun wa Harfun)

BAB 3. Taqsimu Al Fi’li bi i’tibaari Zamanihi (Al Fi’lu Al Madhi, al Fi’lu al Mudhari’ & Fi’lu al Amri)

BAB 4. Al Fa’il

BAB 5. Al Maf’ulu Bihi

BAB 6. Al Muwazanafu bayna al Fa’il wa al Maf’ulu Bihi

BAB 7. Al Mubtada wa al Khobar

BAB 8. Al Jumlatu Al Fi’liyatu

BAB 9. Al Jumlatu Al Ismiyatu

BAB 10. Nashbu al Fi’li al Mudhari’i

BAB 11. Jazmu al Fi’li al Mudhari’i

BAB 12. Raf’u al Fi’li al Mudhari’i

BAB 13. Inna wa akhowaatihaa.

BAB 14. Jarru al Ismi

BAB 15. An Na’tu



Terjemah Kitab An-Nahwu Al-Wadhih (Bagian 1)

بــــــــــــــسم اللّــــــــــــه الرّحمن الرّحيـــــــم

BAB 1

>>>>>>>>>>>>> الجملة المفيدة / AL JUMLAH AL MUFIDAH<<<<<<<<<<<

******


AL AMTSILAH / الامثلة (Contoh-contoh):


Kebun itu indah = البُسْتَانُ جَمِيْلٌ

 Matahari itu terbit = الشَمْسُ طَالِعَةٌ

Ali mencium bunga mawar = شَمَّ عَلِيٌّ وَرْدَةً

Muhammad memetik bunga = قَطَفَ مُحَمّدٌ زَهْرَةً

Ikan itu hidup di air = السَّمَكُ يَعِيْشُ فِي المَاءِ

Banyak pohon kurma di Mesir = يَكْثُرُ النَّخِيْلُ فِي مِصْرَ.

Pembahasan:



Apabila kita perhatikan susunan kalimat yang pertama, (contoh pada nomor 1 : yaitu : البستانُ جميلٌ, kita mendapatinya tersusun dari dua kata, yaitu :  

Kata yang pertama ialah البستانُ  dan kata yang kedua ialah جميلٌ.

# Maka apabila kita mengambil kata yang pertama saja maka yaitu “البستانُ”, kita tidak memahami artinya kecuali makna kata itu sendiri (yaitu: “taman“), yang mana itu tidak cukup untuk percakapan.

Dan begitu juga keadaannya, jika kita  ambil kata yang kedua secara sendirian, yaitu misal : جميلٌ.


Akan tetapi, apabila kita  gabungkan salah satu kata tersebut kepada kata yang lainnya sebagaimana contoh diatas, kemudian kita ucapkan: (البستان جميل) “Taman itu indah” Maka, kita akan memahami maknanya secara sempurna.


Dan kita akan mendapatkan faedah yang sempurna, yaitu : disifatinya taman tersebut dengan keindahan. 


Oleh sebab itulah, susunan (البستان جميلة) dinamakan “Jumlah Mufidah/ kalimat yang sempurna“.


Kemudian dari setiap masing – masing kata dari kedua kata tersebut dihitung satu kesatuan dari kalimat tersebut.

Dan demikian juga penjelasan bagi sisa contoh diatas.


Dan dengan ini kita melihat bahwa 1 kata saja tidak cukup untuk percakapan. Oleh sebab itu, percakapan itu harus tersusun dari 2  kata  (minimalnya) atau lebih sehingga orang – orang dapat mengambil faedah yang sempurna.

Contoh lain misalkan :

قُمْ ( berdirilah kamu (laki – laki) ), اِجْلِسْ (duduklah kamu (laki – laki)), تَكَلَّمْ (berbicaralah kamu (laki -laki))



Ketiga kata diatasnya, zohirnya terdiri dari satu kata saja yang cukup untuk digunakan dalam suatu percakapan. 

Adapun hakikatnya, ketiga ucapan di atas masing – masing tidak terdiri dari 1 kata tetapi dia terdiri dari dua kata :


Kata pertama diucapkan yaitu : (قم)

Kata kedua tidak diucapkan yaitu : (أنتَ)

Yang mana dari pendengar akan memahami keduanya dalam percakapan meskipun ada 1 kata yang tidak diucapkan.


>>>>>>>> AL QOWA’ID / القاعدة (Kaedah – Kaedah)<<<<<<<<


Susunan kata yang memberikan suatu faedah yang sempurna dinamakan JUMLAH MUFIDAH Dan dinamakan juga KALAM.

Jumlah mufidah kadang tersusun dari dua kata dan kadang juga tersusun  lebih dari dua kata.

Dan dari setiap kata padanya (yakni pada jumlah mufidah tersebut) dihitung sebagai satu kesatuan.

Catatan penting : Jumlah (الجملة) = kalimat – kalimah (الكلمة) = kata0


بقلمالفقيرة الى الله تعالىأم عبد الله ناجية عفا الله عنها


Baca : Nama Negara di Dunia dalam Bahasa Arab


Demikianlah pembahasan tentang Nahwu Wadhih. Semoga bermanfaat untuk kita semua ….


kitab Tauhid Sanusiyah

 Terjemahan kitab Tauhid Sanusiyah  klik  dibawah ini :  kitab Sanusiyah   kitab matan Sanusiyah (arab)   Terjemah Tauhid Sanusiyah (Ummul B...